Orang ini coba kurung angin tapi apa yang terjadi??



ISTANA RAJA HANCUR KARENA LALAT


          Pada suatu hari Abu Nawas terlihat murung. Ia hanya tertunduk lesu mendengarkan penuturan istrinya yang mengatakan kalau beberapa pekerja kerajaan atas titah Raja Harun membongkar rumahnya. Raja berdalih bahwa itu dilakukan karena bermimpi kalau di bawah rumahnya terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya.

           Namun, setelah mereka terus menerus menggali, ternyata emas dan permata tidaj jua ditemukan. Parahnya, sang raja juga tidak mau meminta maaf dan mengganti rugi sedikitpun kepada Abu Nawas. Karena itulah Abu Nawas sakit hati dan memendam rasa dendam kepada perusak rumahnya.

          Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas perbuatan baginda. Makanan yang dihidangkan istrinya pun tidak dimakan karena nafsu makannya telah lenyap.


Balasan Abu Nawas
          Keesokan harinya Abu Nawas melihat banyak lalat-lalat mulai menyerbu makanannya yang sudah mulai basi. Begitu melihat lalat-lalat itu berterbangan, Abu Nawastiba-tiba saja tertawa riang seolah mendapatkan ide.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi," kata Abu Nawas kepada istrinya.

          Dengan wajah berseri-seri, Abu Nawas berangkat menuju istana.
Setiba di istana, Abu Nawas membungkuk memberi hormat kepada Raja Harun. Raja Harun terkejut atas kedatangan Abu Nawas.i hadapan para menterinya, Raja Harun mempersilahkan Abu Nawas untuk menghadap.

"Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa izin dan berani memakan makanan hamba," lapor Abu Nawas.
"Siapakah tamu-tamu tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" ujar Baginda dengan bijaksana.
"Lalat-lalat ini Tuanku," kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.


"Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Paduka junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini," ujar Abu Nawas sekali lagi.
"Lalu, keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?" respon Raja Harun.
Hamba hanya menginginkan izin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat yang nakal itu," kata Abu Nawas memulai muslihatnya.


Kaca Pecah
          Akhirnya Raja Harun dengan terpaksa membuat surat izin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu dimanapun mereka hinggap. Setelah mendapat izin tertulis itu Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan menggunakan tongkat besi yang dibawa dari rumah, Abu Nawas mengejar dan memukuli lalat-lalat itu.

          Ketika hinggap di kaca, Abu Nawas dengan tenang dan leluasa memukul kaca itu hingga pecah. Kemudian vas bunga nan indah juga ikut terkena pukul dan pecah. Akhirnya hanya dalam beberapa menit saja seluruh perabot istana hancur berkeping-keping. Raja Harun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruannya yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganysa.

Dan setwlah merasa puas, Abu Nawas mohon diri Barang-barang kesayangan Raja Harun banyak yang hancur. Bukan cuma itu saja, raja juga menanggung rasa malu. Kini dia sadar betapa kelirunya telah berbuat semena-mena kepada Abu Nawas.




HUKUM BERDASARKAN MIMPI

         Pada suatu sore, Abu Nawas tampak sedang mengajar murid-muridnya dan datanglah dua orang tamu yang datang ke rumahnya. Yang pertama adalah wanita tua penjual kahwa, sedangkan yang satunya adalahseorang pemuda berkebangsaan Mesir.

Wanita tua itu berkata hanya beberapa kata saja kemudian diteruskan oleh pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh murid-muridnya untuk menutup kitab mereka.

"Sekarang pulanglah kalian dan ajaklah teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu," ujar Abu Nawas.

Meskipun para murid merasa heran dengan perintah gurunya, namun mereka tetap patuh dengan perintah sang guru.

Pada malah harinya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa peralatan yang diminta sang guru.

Merusak Rumah
Lalu Abu Nawas memerintahkan mereka untuk merusak rumah Tuan Kadi yang baru saja terpilih. Abu Nawas juga mehegaskan bahwa mereka harus mrobohkan rumah tersebut, bahkan kalau ada yang menghalangi haruslah mereka lawan.

Setelah mendapatkan arahan dari Abu Nawas, para muridnya langsung menuju rumah Tuan Kadi. Mereka menghancurkan rumah Tuan Kadi dengan kalap. Masyarakat sekitar yang melihat ulah mereka merasa heran dan mereka tidak berani mencegah sama sekali.

Melihat rumahnya dirusak, tuan kadi marah besar namun tak berdaya.
"Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku!
"Guru kamu, Tuan Abu Nawas!" jawab mereka sambih merobohkan rumahnya hingga benar-benar rata dengan tanah.
"Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda," teriak Tuan Kadi penuh amarah.

Benar, pada keesokan harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian malam itu sehingga Abu Nawas dipanggil agar segera menghadap raja.

Baginda raja menanyakan apa alasan Abu Nawas melakukan perusakan tersebut. Namun bukan Abu Nawas jika tidak memiliki jawaban yang unik.

Karena Mimpi
Dijelaskan oleh Abu Nawas bahwa dia melakukan pengrusakan karena beberapa hari yang lalu bermimpi dan di dalam mimpi tersebut, tuan kadi memintanya untuk merusak rumahnya karena ingin rumah yang baru.

Lalu sang raja menanyakan bagaimana Abu Nawas dapat hukum hanya berdasarkan mimpi saja.
Mendengar pertanyaan itu Abu Nawas dengan tenang menjawab,
"Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi yang baru ini Tuanku."


Mendengar perkataan Abu Nawas, seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat.a hanya terdiam seribu bahasa saja.
"Hai Kadi, benarkah engkau mempunyai hukum seperti itu?" tanya sang raja.
Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat dan tubuhnya gemetaran karena takut.

Kemudian Abu Nawas diminta untuk menjelaskan
Dengan tenang Abu Nawas menceritakan bahwa ada seorang pemuda Mesir darang dengan harta melimpah ruah. Namun kemudian dia bermimpi menikah dengan anak Tuan Kadi. Dia memberikan mas kawin yang sangat banyak. Lalu mimpi itu cepat menyebar dan sampai ke telinga Tuan Kadi.

Lalu Tuan Kadi memanfaatkan mimpi itu dengan meminta harta pemuda itu untuk mas kawin anaknya. Padahal itu hanyalah mimpi belaka sedang menurut Tuan Kadi itu harus dilakukan, sehingga pemuda itu jatuh miskin.

Setelah cross ceck dengan mendatangkan pemuda Mesir itu, akhirnya raja sadar jika kadi yang ditunjuknya itu adalah orang zalim. Kemudian raja memberikan hukuman mengambil harta kadi dan diberikan kepada pemuda Mesir tersebut.

Tuan Kadi dijebloskan ke dalam penjara karena telah berbuar zalim dan menyalahgunakan wewenang.

Itulah kisah Abu Nawas yang berjudul "Hukum Berdasarkan Mimpi".



TELUR BERANAK: MENIPU BALIK TUAN TANAH

Pada suatu sore, Abu Nawas duduk di beranda rumahnya sambil memandang langit. Abu Nawas berpikir bagaimana caranya agar sore itu keluarganya bisa dapat makan.

Sementara itu, dalam jarak puluhan meter dari rumah Abu Nawas, seorang tuan tanah tinggal. Rumahnya mewah, lengkap dengan gudang makanan dan peternakan serta perkebunan yang luas. Hamppir semua warga di kampung itu, bahkan termasuk Abu Nawas, bekerja kepada tuan tanah tersebut.

Namun, tuan tanah itu memiliki sifat yang kikir serta tamak.

Telur Bisa Beranak
Tuan tanah itu mendengar berita bahwa Abu Nawas memiliki keahlian yang unik.
Apabila meminjam sesuatu akan dikembalikan secara lebih dengan alasan beranak. Seperti meminjam seekor ayam, maka akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak. Tuan tanah lalu mencari cara agar Abu Nawas segera meminjam uang darinya.

Kebetulan pada sore itu Abu Nawas ingin meminjam berupa tiga butir telur. Kontan saja tuan tanah senang bukan kepalang karena pinjaman itu akan menjadi banyak nantinya. Bahkan tuan tanah tersebut menawarkan pinjaman-pinjaman yang lain. Akan tetapi Abu Nawas menolaknya karena dia hanya butuh tiga butir telur itu saja.

Saat tuan tanah menanyakan kapan telur itu akan beranak, Abunawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.

Lima hari berlalu, Abu Nawas pun mengembalikan telur yang dipinjamnya dengan lima butir telur. Tuan tanah sangat senang dan dia menawarkan pinjaman lagi. Abu Nawas pun meminjam piring tembikar sebanyak dua buah dan tuan tanah itu dengan senang hati meminjamkannya dengan harapan piring tembikarnya beranak kayak telur ayam yang dulu.

Lima hari pun berlalu lagi dan Abu Nawas mengembalikan piring tembikar sebanyak tiga buah. Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hati si Tuan tanah cukup gembira. Tak apalah piki tuan tanah karena bisa saja orang itu mempunyai anak tunggal bahkan tidak memiliki anak.

Mati Mendadak
Paada hari selanjutnya, si tuan tanah menawarkan pinjaman uang senilai 1000 dinar. Sebuah jumlah yang cukup besar, bahkan bisa untuk menggaji seluruh karyawan tuan tanah selama satu bulan. Dia menanti dengan tidak sabar. Hari berganti hari bahkan lima hari terlewati sudah. Tak terasa sudah berjalan satu bulan dan Abu Nawas tak kunjung datang ke rumahnya.

Karena tidak sabar, si tuan tanah mendatangi Abunawas dengan didampingi pengawalnya. Mulanya si tuan tanah gembira, namun dia marah besar setelah menerima penjelasan dari Abu Nawas.
"Sayang sekali Tuan, uang yang saya pinjam, bukannya beranak, malah tiga hari setelah saya bawa pulang, mati mendadak," ujar Abu Nawas.

Mendengar itu, si tuan tanah menjadi geram.
Pengawalnya hampir saja memukul Abu Nawas, tapi untung saja tidak jadi karena ada rombongan pekerja yang baru pulang. Tuan tanah mengadukan Abu Nawas ke pengadilan dan berharap Abunawas digantung atau bahkan dihukum rajam.

Di depan hakim, Abu Nawas melakukan pembelaan dengan membeberkan semua duduk persoalannya. Demikian juga dengan si tuan tanah. Pengadilan pun memutuskan bahwa Abu Nawas tida bersalah karena sangat masuk akal kalau sesuatu yang bisa beranak pasti bisa mati. Seketika itu juga tuan tanah yang tamak itu pingsan selama beberapa jaman sulit untuk dibangunkan. Ia telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak dan pelit.

Demikian Kisah Abu Nawas yang berjudul "Menipu Balik Tuan Tanah".



MEMBAYAR MAKAN DENGAN UANG KRINCINGAN

Pada suatu ketika Abu Nawas melakukan perjalanan yang panjang. Pada hari itu perutnya belum terisi makanan sedikitpun sehingga tak heran kalau dia merasakan keroncongan dengan amat sangat. Namun dia memeriksa kantong uangnya, dia hanya menemukan beberapa keping uang, sementara perjalannya masih jauh. Bila uang itu digunakan untuk membeli sesuatu, nanti ongkos perjalanannya tidak akan terbayar.

Walaupun tubuhnya lemas karena belum makan seharian, Abu Nawas tetap melangkahkan kakinya meskipun langkahnya gontai.

Pada saat melihat kedai yang ramai pembeli, Abu Nawas tak kuasa untuk tidak memasukinya. Dari bilik dapur terlihat mengepul asap makanan yang sangat lezat. Abu Nawas langsung menghirup aroma masakan itu dengan kuat-kuat. Dari aromanya , Abunawas sudah membayangkan sajian yang lezat untuk dirinya.

Hal itu diulanginya berkali-kali hingga Abunawas puas.

Aroma Masakan yang Lezat
Setelah Abu Nawas sudah merasa cukup puas dengan aroma masakan yang dihirupnya, dia pun pergi meninggalkan kedai tadi. Dengan senyuman yang tipis, dia keluar dari kedai tersebut.

Tapi, belum jauh dia melangkahkan kakinya meninggalkan kedai itu, tiba-tiba terdengar teriakan dari si pemilik kedai.

"Hai, mau kemana? Bayar dulu!" teriak pemilik kedai.

Mendengar teriakan itu, Abu Nawas menghentikan langkahnya. Dengan tenang sekali dia menghadapi si pemilik kedai. Meskipun dia cukup keheranan kenapa pemilik kedai menghentikan langkahnya padahal dia tidak makan atau minum barang sedikitpun di kedai itu.

"Enak saja main nyelonong pergi, bayar dulu baru boleh pergi,"kata pemilik kedai saat mereka berhadapan.

Uang Kencring-Kencring
Kemudian Abu Nawas menganggukkan kepala tanda setuju dengan kata-kata pemilik kedai. Dengan santainya Abu Nawas merogoh kantong uangnya. Selang beberapa lama, tapi uangnya tidak segera diberikan kepada pemilik kedai. Malah Abu Nawas bermain-main dengan uang recehnya dengan cara mengocok kantong uangnya, lama kelamaan suaranya uang receh terdengar kerincing-kerincing.

"Ayo...mana uangnya...bayar ! "teriak pemilik kedai.
"Baik, ini bayarnya," kata Abu Nawas sambil mengocok kembali uang recehnya sehingga timbul suara kerincing-kerincing.
"Lho, mana uangnya, dari tadi cuma mendengar suaranya saja, "kata pemilik kedai yang semakin geram.

Kemudian Abu Nawas menjawab,
"Itu tadi bayarnya, aku bayar pakai suaranya saja karena di kedaimu aku hanya dapat baunya saja....!"
Mendengar jawaban itu, si pemilik kedai hanya bisa tersenyum dengan malunya.

Hehe...ada saja si pemilik kedai ini. Bagaimana bisa orang hanya mencium aroma masakan dari bilik kedai kok disuruh membayar. Tapi pintar juga Abu Nawas dibayarnya pakai suaranya saja, tidak dengan uang.



TRIK ABU JUARAI BERBURU

Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid dan para pengawalnya berangkat berburu. Namun belum sampai rombongan ini di tempat tujuan, salah satu pejabat yang bernama Abu Jahil menyusul. Dengan nada terengah-engah dia mengusulkan kapada sang raja agar acara berburu disayembarakan. Mendengar usulan itu raja hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.

"Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi emas. Tapi kalau kalah, hukumannya adalah memandikan kuda-kuda istana selama satu bulan, "tutur Abu Jahil meyakinkan raja.

Mendengar penuturan itu, sang raja langsung menyetujuinya, hitung-hitung perlombaan itu akan memberikan hiburan kepadanya. Maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap, untuk diberi petunjuk panjang lebar terkait lomba tersebut. Pada mulanya Abu Nawas menolak ajakan sayembara tersebut karena ia tahu ini adalah akal-akalannya Abu Jahil untuk menyingkirkannya dari istana. Namun Raja memaksanya hingga Abu Nawas tak mampu menolaknya.

Abunawas tahu kalau Abu Jahil adalah pejabat istana yang kurang senang dengan keberadaannya. Ia pasti akan mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti. Namun karena kecerdikannya, Abu Nawas malah meladeni dengan senyuman. Abu Jahil yang melihat perubahan raut wajah Abu Nawas menjadi penasaran dibuatnya.
"Mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkannya kali ini, "guman Abu Jahil dalam hati.

Sayembara Dimulai
Akhirnya baginda raja menggiring mereka ke tengah-tengah alun-alun istana. Raja dan selutuh rakyat menunggu, siapa yang akan bakal menjadi pemenangnya dalam lomba berburu ini. Terompet adu ketangkasan pun ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara.

Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya, dia dengan santainya menaiki kudanya sehingga para penonton banyak yang berteriak. Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki gerbang istana, ia mendapat sambutan yang meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya.

Di sisi kanan dan kiri Abu Jahil tampak puluhan hewan yang mati terpanah. Abu Jahil dengan tersenyum bangga memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapangan.
"Aku, Abu Jahil, berhak memenangkan lomba ini. Lihatlah binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkan aku?" teriaknya dengan lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan.


Ribuan Semut
Tak berapa lama kemudian, terdengar suara kaki kuda Abu Nawas. Semua orang meneriakinya dan menertawakannya karena kuda tunggangan Abu Nawas tidak membawa seekor hewan buruan pun. Namun Abunawas tak tampak gusar sedikitpun, malah ia tersenyum dan melambaikan tangan.

Kemudian raja menyuruh dua orang pengawalnya untuk menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan oleh kedua peserta. Kesempatan pertama, pengawal menghitung jumlah hewan buruan yang didapatkan oleh Abu Jahil.
"Ttiga puluh luma ekor kelinci, titambah lima ekor rusa dan dua ekor babi huta. Total mendapatkan empat puluh dua hewan buruan, "kata pengawal yang menghitung.
"Kalau begitu, akulah pemenangnya karena Abu Nawas tak membawa seekor binatang pun, "teriak Abu Jahil dengan sombongnya.

"Tenang....tenang..., aku membawa ribuan hewan buruan. Jadi jelaslah aku pemenangnya, dan engkau wahai Abu Jahil, silahkan memandikan kuda-kuda istana. Menurut aturan lomba, semua binatang boleh ditangkap, yang penting jumlahnya, "kata Abu Nawas sambil membuka bambu kuning yang sudah diisi dengan ribuan semut merah.

"Jumlahnya sangat banyak Baginda, kami tak sanggup menghitungnya lagi, "kata pengawal kerajaan yang menghitung jumah semut itu.
Melihat kenyataan itu, tiba-tiba saja Abu Jahil jatuh pingsan. Baginda Raja Harun tertawa terpingkal-pingkal dan langsung memberi hadiah kepada Abu Nawas.




CARA MENGHITUNG BULU EKOR KELEDAI

         Pada suatu hari yang cerah, ada tiga orang bijak dan pandai pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak, dan sampailah mereka di desa Abu Nawas. Ketiga orang itu sudah terkenal pintar namun licik. Untuk menghadapi ketiga orang itu, para penduduk desa sepakat untuk menyodorkan Abu Nawas sebagai tandingan mengadu kepintaran.

         Kepandaian Abu Nawas kali ini diuji oleh tiga orang bijak. Salah satunya adalah mengadu kepandaian dengan menghitung berapa jumlah bulu ekor keledai. Abu Nawas tak kekurangan akal, dengan kecerdikannya, Abu Nawas berhasil mengalahkan tiga orang bijak itu.

         Sebagai wakil orang-orang bijak di desa tersebut, Abu Nawas dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak dan keinginan penduduk desa sudah diapprove oleh kepala desa.
"Kalau begitu, besok di lapangan bola kita adu kepintaran antara Abu Nawas dengan ketiga orang bijak itu," kata kepala desa sengan suara yang keras.

Setelah waktu yang ditentukan tiba, maka berkumpullah penduduk setempat di lapangan bola. Untuk menghormati tamunya, maka pemimping kampung itu memutuskan ketiga orang bijak itu untuk bertanya terlebih dahulu kepada Abu Nawas.

"Sebagai rasa hormat kami, maka kalian bertiga terlebih dahulu diberi kesempatan untuk bertanya kepada Abu Nawas, "kata kepala kampung.
Pertanyaan

Mendapat kesempatan itu, tentu saja ketiga orang itu sangat senang bukan kepalang. Maka dengan sombongnya orang bijak pertama bertanya kepada Abu Nawas.
"Di mana sebenarnya pusat bumi ini, wahai Abu Nawas yang tolol?"

Tampaknya pertanyaan itu dianggap ringan saja oleh Abu Nawas. Dengan tersenyum Abu Nawas menjawab,
"Tepat di bawah telapak kaki saya, saudara yang budiman."

Jawaban Abu Nawas itu membuat orang bijak yang ksdua tidak terima. Ia langsung berkata dengan keras, "Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu?"
"Jika kalian tidak percaya atas jawabanku, ukur saja sendiri, "jawab Abu Nawas.

Tampaknya jawaban itu telah membuat orang bijak pertama tertegun dan hanya bisa diam saja. Untuk itulah, tiba giliran orang bijak kedua mengajukan pertanyaan kepada Abu Nawas.
"Berapa banyak jumlah bintang di langit?"


Lagi-lagi Abu Nawas menjawabnya dengan tenang.
"Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledaiku ini."
Tentu saja jawaban Abu Nawas bikin sakit hati.

"Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu? "tanya orang bijak kedua tersebut.
"Nah, kalau tida percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai ini, nanti saudara aka tahu kebenarannya, "jawab Abu Nawas.
"Itu sih bodoh, akal-akalan saja. Bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai? "sanggah orang bijak kedua itu.
Nah, kalau aku bodoh, berarti saudara juga bodoh, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit? "kata Abu Nawas.

Kecerdikan Abu Nawas
Mendengar jawaban itu,si bijak kedua pun tidak bisa melanjutkan. Sekarang tampillh orang bijak ketiga yang katanya paling bijak diantara yang lain. Ia memang agak terganggu oleh kecerdikan Abu Nawas dan dengan ketus ia bertanya,
"Tampaknya saudara tahu banyak mengenai keledai, coba saudara katakan kepadaku, berapa jumlah bulu yang ada di ekor keledai itu."

"Aku tahu jumlahnya. Jumlah bulu yang ada di ekor keledaiku ini sama dengan jumlah rambut yang ada di janggut saudara, "jawab Abu Nawas dengan santainya.

"Bagaimana saudara bisa membuktikan hal itu? "tanya si bijak ketiga lagi.
"Oh itu mudah saja. Begini, saudara mencabut sehelai bulu dari ekor keledaiku, kemudian saya akan mencabut sehelai rambut dari janggunt saudara. Nah, kalau sama, mka yang aku katakan adalah benar. Kalau tidak, berarti saya keliru, "jawab Abu Nawas.

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tak mau menerima cara menghitung tersebut. Kemudian orang-orang desa mengatakan bahwa ternyata Abu Nawas adalah orang yang paling bijak diantara ketiga orang bijak tersebut.




LIMA BUTIR TELUR UNTUK LIMA ORANG

Pada hari itu, tiba-tiba saja raja merasakan rindu untuk bertemu dengan Abu Nawas. Namun, raja ingin menemui Abunawas di rumahnya, bukan di istana.
"Wahai pengawal, hari ini aku ingin ke rumah Abu Nawas. Sekarang juga kamu ambil kuda yang terbaik, "titah Raja Harun Ar-Rasyid.

Pengawal itu pun meminta penjaga kuda menyiapkan kuda yang terbaik dan dipilihlah kuda yang berwarna putih nan gagah dan terlihat sangat sehat sekali.

Setelah kuda putih itu siap, sang raja langsung menungganginya. Dengan gagah, sang Raja memasuki kota, sang raja menemukan pemandangan bagus. Kota dengan tatanan bangunan yang rapi serta jalanan yang halus.

Tak lama kemudian, rombongan raja sudah hampir sampai mendekati rumah Abu Nawas. Namun Abu Nawas sebenarnya sudah mengetahui akan didatangi oleh raja, info diperoleh dari tetangganya. Untuk itu, Abu Nawas keluar rumah untuk menyambut raja.

Abu Nawas Menyamar Jadi Dewa Bumi
Abu Nawas keluar rumah dengan melilitkan handuk di kepalanya. Ia duduk di pinggir jalan melihat arak-arakan sang raja. Raja tertarik dengan sosok lelaki yang berikat kepala handuk itu dan memerintahkan prajuritnya untuk membawa Abunawas ke hadapannya.

"Siapa kamu?" tanya raja.
"Saya ini Dewa Bumi, "jawab Abu Nawas dengan tenang.
"Nah, lantaran kamu Dewa Bumi, tentunya kamu bisa membesarkan mata prajuritku yang sipit ini. Kalau kamu tidak bisa, kamu akan dihukum pancung, "kata raja.
"Ha..., kalau begitu Baginda ini tidak memahami yang aku maksudkan. Aku ini Dewa Bumi dan bukan Dewa langit. Kalau memang Baginda menginginkan agar mata prajurit Baginda yang sipit itu jadi besar, seharusnya Baginda meminta pertolongan kepada Dewa Langit, karena dialah yang mengurus segala masalah dari pusar ke atas, "jawab Abu Nawas.

"Jika Baginda meminta pertolongan kepadaku, urusanku adalah segala yang berkaitan dengan bagian pusar ke bawahkarena aku ini Dewa Bumi, "jelas Abu Nawas lebih lanjut.

Setelah itu, Raja Harun berbincang dengan Abu Nawas beberapa lamanya. Raja sangat terkesan akan kecerdasan yang dimiliki Abu Nawas. Setelah puas berbincang-bincang, Abu Nawas pun diperbolehkan pulang. Namun, beberapa hari kemudian sang raja memerintahkan prajuritnya untuk membawa Abu Nawas ke hadapannya.

Lima Telur untuk Tiga Orang
Salah seorang diantara selir raja telah merebus lima butir telur dan raja mengundang Abu Nawas untuk makan bersama.
"Aku ingin agar kamu yang membagi lima telur ini secara adil dan tanpa harus memecahkan untuk kita bertiga, "kata Raja Harun.

Tanpa ragu-ragu sama sekali, Abu Nawas mengambil lima butir telur tersebut dan berkata,
"Yang Mulia, ini sebutir untuk Baginda sebab Baginda sudah mempunyai dua butir. Saya juga sebutir. Sedangkan yang tiga butir ini untuk istri Baginda, sebab dia tidak punya sebutir pun di bawahnya."

Sejenak raja terdiam, sejurus kemudian Baginda tertawa ngakak dan baru mengerti perkataan Abu Nawas itu. Jawaban Abu Nawas itu menggembirakan hati raja dan setelah makan telur, Abu Nawas diperintahkan untuk pulang dan diberi hadiah.



ABUNAWAS DITIPU PENCURI

Pada suatu hari, keluarga Abu Nawas benar-benar bokek, tidak punya uang sepeserpun. Tak ada lagi harta benda yang bisa dijual kecuali keledainya. Abu Nawas pun pergi ke pasar untuk menjual hewan kesayangannya itu. Nah, rencana itu ternyata diketahui oleh gerombolan pencuri yang berjumlah empat orang.

Kemudian gerombolan pencuri itu mulai menyusun strategi untuk mendapatkan keledai tersebut. Pada hari itu, matahari cukuplah terik, dan Abu Nawas naik di atas keledainya tersebut. Dan akhirnya Abu Nawas berjumpa dengan seseorang yang tak lain adalah pencuri tadi dan Abu Nawas tak menaruh curiga sedikitpun.

Antara Keledai dan Kambing
"Bagus ya, kambing kamu, "ujar pencuri pertama saat berpapasan dengan Abu Nawas.
Abu Nawas tak menoleh sedikitpun dan mengira sapaan orang tadi bukanlah ditujukan untuk dirinya. Abu Nawas sangat yakin seratus persen kalau yang ditungganginya itu adalah seekor keledai, bukan kambing.

Abu Nawas meneruskan perjalanan ke pasar. Kemudia dia berjumpa dengan pencuri yang kedua yang memuji kambing yang ditungganginya.
"Haa...haaa..., kambing kok dibilang keledai, "ujar pria itu.
Karena merasa jengkel, Abu Nawas pun melanjutkan perjalanannya.

Di perjalanan, kembali Abu Nawas bertemu dengan seorang pria.
"Hai, Tuan, kenapa engkau mengendarai kambing?" tanya orang itu.

Kali ini Abu Nawas mulai ragu dibuatnya. Apakah benar keledainya telah berganti dengan kambing apa gimana. Namun dia meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah kambing.
"Apa Anda yakin bahwa yang saya tunggangi ini adalah seekor kambing?" tanya Abu Nawas.
Orang itu meyakinkan bahwa yang dikendarainya tersebut adalah seekor kambing.
"Kalau Anda tidak percaya, silahkan tanyakan saja nanti di pasar," ujar pencuri ketiga itu.

Terjual
Mendengar itu, akal sehat Abu Nawas mulai goyah. Tak lama kemudian, Abu Nawas memutuskan untuk beristirahat sejenak, dia memilih istirahat di bawah pohon yang rindang. Ternyata di bawah pohon yang rindang itu, ada juga seorang pria yang tampaknya juga sedang berteduh dari panasnya terik matahari.

"Wah wah... kambing Anda bagus sekali, apa ada niat untuk dijual?" tanya pria itu yang tak lain adalah pencuri keempat.
Kemudian terjadilah transaksi. Keledai yang dibilang kambing itu akhirnya terjual dengan harga tiga dirham. Dan selanjutnya, Abu Nawas pulang. Bertapa marahnya si istri Abu Nawas mendengar keledainya dijual hanya dengan tiga dirham saja.

Demikianlah kisah Abu Nawas yang telah tertipu oleh empat orang pencuri. Bukanlah Abu Nawas kalau tidak bisa membalas, dan kayaknya akan masih bersambung dengan seri "Balasan Abu Nawas kepada Pencuri".



CARA MENANGKAP HARIMAU BERJENGGOT

        Pada suatu hari, Raja Harun terlihat gusar seakan menyimpan amarah. Selang beberapa saat, pengawal raja disuruh untuk membawa Abu Nawas ke hadapannya. Abu Nawas dengan senang hati menerima undangan yang mulia raja. Setelah sampai di hadapan raja, Tuanku Raja Harun memberi perintah dengan lantang.

"Aku ingin sekali melihat harimau berjenggot, dan engkau aku tugaskan untuk menghadirkan harimau berjenggot ke depanku, "titah raja dengan tegas.
"Baiklah yang mulia, saya akan melaksanakan tugas ini, "jawab Abu Nawas.

Sudah wajar, Abu Nawas kali ini serius kalau tidak ingin dipenjara. Dia mengetahui bahwa Raja Harun tidaklah main-main. Abu Nawas bisa menangkap keinginan raja yang tidak masuk akal ini, apalagi waktu yang diberikan kepadanya hanya delapan hari saja. Oleh karena itu, Abu Nawas memeras otaknya agar titah raja bisa terlaksana dengan lancar.

Sesampainya di rumah, Abu Nawas memerintahkan tukang kayu untuk membuat kandang harimau yang kuat. Pengerjaannya berlangsung selam tiga hari dan akhirnya selesailah kandang harimaunya, yang belum ada cuma harimau berjenggotnya untuk mengisi kandang tersebut. Ia berpesan kepada istrinya jika ada tamu berjenggot yang datang, maka harus duduk di kandang tersebut.

Berjamaah di Musala

Pada siang itu, Abu Nawas melaksanakan shalat Zuhur di musala dekat kampunya. Selesai shalat berjamaah, Abu Nawas tak segera beranjak dari tempat duduknya. Akhirnya dia didatangi oleh sang imam.
"Tumben sekali, Anda shalat berjamaah di sini, "kata sang imam.

Abu Nawas tak langsung menjawab, tapi dia menunjukkan raut wajah sedih. Ditanya oleh sang imam kenapa bersedih tapi Abu Nawas enggan menjawab, dan barulah setelah dipaksa mengatakannya, ia mengatakan kejadian yang sebenarnya kepada sang imam. Sang imam tampak penasaran sekali dan tak sabar ingin mendengar ceritanya.

Sudah wajar, Abu Nawas kali ini serius kalau tidak ingin dipenjara. Dia mengetahui bahwa Raja Harun tidaklah main-main. Abu Nawas bisa menangkap keinginan raja yang tidak masuk akal ini, apalagi waktu yang diberikan kepadanya hanya delapan hari saja. Oleh karena itu, Abu Nawas memeras otaknya agar titah raja bisa terlaksana dengan lancar.

Sesampainya di rumah, Abu Nawas memerintahkan tukang kayu untuk membuat kandang harimau yang kuat. Pengerjaannya berlangsung selam tiga hari dan akhirnya selesailah kandang harimaunya, yang belum ada cuma harimau berjenggotnya untuk mengisi kandang tersebut. Ia berpesan kepada istrinya jika ada tamu berjenggot yang datang, maka harus duduk di kandang tersebut.

Berjamaah di Musala

Pada siang itu, Abu Nawas melaksanakan shalat Zuhur di musala dekat kampunya. Selesai shalat berjamaah, Abu Nawas tak segera beranjak dari tempat duduknya. Akhirnya dia didatangi oleh sang imam.
"Tumben sekali, Anda shalat berjamaah di sini, "kata sang imam.

Abu Nawas tak langsung menjawab, tapi dia menunjukkan raut wajah sedih. Ditanya oleh sang imam kenapa bersedih tapi Abu Nawas enggan menjawab, dan barulah setelah dipaksa mengatakannya, ia mengatakan kejadian yang sebenarnya kepada sang imam. Sang imam tampak penasaran sekali dan tak sabar ingin mendengar ceritanya.

Betapa malunya sang imam dengan kejadian seperti itu, dia tetap menyembunyikan wajahnya hingga ke hadapan raja. Sang imam semakin malu ketika baginda raja mencoba menatap wajah sang imam dan buang muka ke arah yang berlawanan.

"Apa-apaan engkau ini Abu Nawas? Kenapa sang imam bisa ada di kandang ini? "ujar baginda raja.
"Betul Baginda, tahukah Baginda kenapa dia bisa berada di kandang ini? "tanya Abu Nawas.

Lalu Abu Nawas menceritakan kronologis kejadiannya. Betapa sang imam semakin menundukkan kepalanya dan Baginda terlihat murka karena sebagai imam seharusnya dia mampu memberikan contoh dan teladan kepada warga, sebaliknya kok malah mengganggu istri orang yang merupakan perilaku tidak terpuji.

Setelah itu sang imam dicopot dari jabatannya dan Abu Nawas malah diberi hadiah oleh Raja Harun berupa uang emas.



MENGUBAH NASIB DENGAN SENDAL AJAIB

Kali ini Abu Nawas dibuat gelisah karena masyarakat islam sedang bersaing untuk mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya dengan memakai berbagai cara. Namun bukanlah Abu Nawas kalau tak bisa menyelesaikan permasalahan yang pelik seperti ini.

Kisahnya
Lama-kelamaan Abu Nawas tak lagi nyaman berada di kampungnya sendiri.
Pasalnya adalah penduduk kampung tersebut yang notabene beragama islam, saat ini sedang berlomba-lomba untuk mengumpulkan kekayaan. Hal ini bukanlah menjadi masalah, namun yang menjadi masalah adalah mereka menghalalkan segala cara untuk meraih yang mereka inginkan.

Untuk menghentikan perbuatan tercela tersebut, Abu Nawas memutar otak mencari ide yang terbaik untuk menyadarkan masyarakat bahwa menghalalkan segala cara adalah dilarang keras dalam islam.

Setelah lama berpikir, akhirnya ia menemukan ide yang cemerlang yaitu ide sandal ajaib.

Dengan mengambil peralatan seadanya, berangkatlah Abu Nawas ke pasar untuk menggelar tikar menjual sandal-sandal.

"Sandal ajaib...sandal ajaib....! "teriak Abu Nawas berulang-ulang menawarkan dagangannya.
Tak berapa lama kemudian ada seorang pemuda yang tertarik dengan barang dagangan Abu Nawas.
"Silahkan Tuan, mau mencari apa?" tanya Abu Nawas.
"Saya ingin mencari sandal yang bisa merubah hidupku yang miskin ini, :jawab si pemuda.
"Apa maksud Tuan?" tanya Abu Nawas lagi.
"Saya ini sudah lama hidup miskin dan ingin sekali kaya raya. Dan saya ingin membeli barang yang bisa memberikan saya keberuntungan, " kata pemuda itu.

Keajaiban Sandal Ajaib
Sejurus kemudian Abu Nawas menunjukkan salah satu sandal ajaibnya.
Ia mengatakan bahwa sandal ajaib itu akan membikin penggunanya dari tak punya menjadi orang yang punya. Karena tertarik, pembeli itu akhirnya jadi juga membeli sandal ajaib itu dengan harga yang lumayan mahal.

Si pemuda langsung saja memakai sandal ajaib itu berkeliling kampung dengan harapan semoga keberuntungan berpihak kepadanya. Akan tetapi harapannya tak kunjung datang juga. Jangankan keberuntungan, si pemuda malah dikira pencuri di kampung tersebut. Tapi untung saja para warga tk sampai menghakiminya.

Karena merasa tertipu, pemuda itu kembali lagi menemui Abu Nawas untuk protes.

"Assalamu'alaikum....," sapa pemuda itu.
"Wa'alaikum salam....," jawab Abu Nawas.
"Eh...ternyata Tuan, bagaimana kabar Tuan?" tanya Abu Nawas.

"Kabar jelek. Aku selalu ditimpa kemalangan gara-gara memakai sandal ini. Padahal dulu engkau mengatakan kalau sandal ini bisa mendatangkan keberuntungan, tapi mana buktinya?" protes pemuda itu.
"Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu Tuan?" sergah Abu Nawas.
"Saya hanya mengatakan bahwa bila Tuan pada mulanya orang yang tidak punya, maka dengan membeli sandal ini, Tuan akan menjadi orang yang punya. Buktinya sekarang Tuan sudah memiliki sandal ajaib ini, "kata Abu Nawas.

Tobat
Begitu mendengar penjelasan Abu Nawas, pemuda itu hanya bisa diam saja karena menyadari bahwa dia yang keliru dan salah tafsir.
"Lalu mengapa engkau mengatakan bahwa sandal ini ajaib?" tanya pemuda pembeli.
"Karena memang sandal ini merknya ajaib. sandal ajaib," jelas Abu Nawas.

Akhirnya pemuda itu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
Namun Abu Nawas menegurnya,
"Tunggu Tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Tuan. Mungkin saja akan ada manfaatnya, "kata Abu Nawas.

"Jangalah percaya kepada barang ajaib karena percaya pada sesuatu selain Allah SWT bisa membuat kita syirik dan akan mendapatkan kesusahan di dunia dan di akhirat kelak. Buktinya, sebagaiman yang Tuan alami, oleh karena itu segeralah bertobat kepada Allah SWT, "kata Abu Nawas.

Mendengar penuturan Abu Nawas, sepertinya pemuda itu menyadari kesalahannya.
Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai Allah SWT. Mulai saat itulah ia bertobat kepada Allah SWT.



KEJUJURAN ABUNAWAS DIUJI OLEH JIN

Dahulu Abu Nawas pernah bekerja sebagai tukang kayu di kampungnya. Dengan pekerjaannya tersebut, ia sering menebang kayu di hutan belantara. Dan karena ia teledor, kapak kesukaannya yang ia gunakan untuk menebang kayu malah jatuh masuk ke jurang yang sangat dalam letaknya.

Kejadian itu membuat Abu Nawas bersedih hati karena kapak itu adalah satu-satunya peralatan yag dipunyainya dan ia belum mempunyai pengganti.

Tanpa kapaknya, otomatis ia tidak bisa bekerja seperti biasanya.
Dalam perasaan yang sangat sedih itu, tiba-tiba datanglah jin yang menyamar menjadi seorang laki-laki berbaju putih. Jin itu datang dan menggoda Abu Nawas yang kondisinya mulai labil.

"Hai Abu Nawas, kenapa kamu kelihatan sediah sekali?" tanya jin.
"Iya,apak saya sebagai satu-satunya alat untuk bekerja telah jatuh ke jurang. Kalau begini, bagaimana saya bisa bekerja lagi?"jawab Abu Nawas sedih.
"Oh begitu, saya akan bantu untuk mengambilkannya untukmu," kata jin.

Sebuah Kapak Biasa
Tak berapa lama kemudian, sang jin pun turun ke bawah jurang. Ternyata jin tersebut memiliki keinginan untuk menguji kejujuran Abu Nawas yang sering didengarnya.

Terbersit di benak jin untuk memberikan kapak yang lain yang terbuat dari ems, apa reaksi Abu Nawas nantinya.

"Wahai Abu Nawas, apakah ini kapakmu?" tanya jin.
"Bukan, kapak saya jelek kok," jawab Abu nawas.

Sesaat kemudian jin membnerikan kapak kedua yang terbuat dari perak. Namun Abu Nawas tetap saja tak mengakui.
"Bukan, bukan itu. Kapak saya sudah jelek kok!" tegasnya.

Mendengar jawaban seperti itu, sang jin menjadi senang karena ternyata Abu Nawas benar-benar seorang yang jujur.
"Hai Abu Nawas, kenapa kamu ini begitu jujur, apa tidak mau aku barang yang lebih baik?" tanya jin.

Rasa Bersyukur
"Pak, sesungguhnya aku telah bersyukur pada apa yang aku miliki. Aku tidak ingin mendapatkan sesuatu yang bukan hakku. Bagiku, kapak yang jelek itu adalah milikku. Dengan kapak itulah aku bisa bekerja secara halal dan mendapatkan kayu untuk aku jual, "terang Abu Nawas.

"Rasa syukur?"tanya jin dengan heran.
"Ya, karena rasa syukur itulah yang membuatku tidak mau mengambil barang yang bukan hakku, "tegas Abunawas.
"Wahai Abu Nawas, karena rasa syukurmu itu, maka ketiga kapak ini aku berikan kepadamu,"kata jin.

Kemudian Abu Nawas pergi sambil membawa ketiga kapak itu.



ABU DITAMPAR GARA GARA KOPI

Pada sore itu, Abu Nawas sedang berkunjung ke kawan karibnya yang ada di pelosok desa yang merupakan orang Yahudi. Setibanya di rumah sahabatnya itu, dia melihat permainan musik, ada yang bermain kecapi, ada yang menari dan sebagainya. Terlihat mereka semua bersuka cita.

Pada saat tamu mulai kehausan, tuan rumah rupanya menyuguhkan kopi dan masing-masing mendapatkan secangkir kopi, termasuk juga Abu Nawas.

Ketika Abu Nawas hendak meminum kopi itu, ia ditampar oleh si Yahudi.
Namun karena sudah terlanjur larut dalam kegembiraan, hal tersebut tak ia hiraukan dan diangkatnya lagi cangkirnya, tapi lagi-lagi ditampar.

Ternyata tamparan yang diterima Abu Nawas pada malam itu cukup banyak sampai acara selesai sekitar jam 2 dini hari. Di tengah jalan, baru terpikir oleh Abu Nawas tentang kejadian yang dialaminya itu.

"Jahat benar perangai Yahudi itu, main tampar seenaknya saja. Kelakuan seperti itu tak bisa dibiarkan berlangsung di Baghdad. Tapi apa dayaku hendak melarangnya?" pikirnya dalam hati.
"Ahaa... aku ada akal," guman Abu Nawas.

Lapor Baginda Raja
Keesokan harinya, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid di istana.

"Tuanku, ternyata di negeri ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, sangat aneh sekali, "lapor Abu Nawas.
"Dimana tempatnya, "tanya Raja Harun yang penasaran.
"Di tepi hutan, Baginda, "kata Abu Nawas.

Kemudian Raja Harun mengajak Abu Nawas untuk melihatnya.

Akhirnya selepas shalat isyak, Abu Nawas dan raja pergi ke rumah Yahudi dengan mengenakan pakaian bisa ala rakyat jelata. Dan benar juga, sesampainya di sana, si Yahudi sedang menggelar nyanyian dan tarian, serta tamunya pun cukup banyak.

Abu Nawas dan Raja Harun diperilahkan masuk untuk bergabung. Si Yahudi tak mengenali kehadiran raja. Dia memaksa sang raja untuk menari. Namun sang raja menolaknya dengan halus. Dan saat itulah ada suara tamparan, dan tak menyangka sang raja ditampar pipinya oleh tuan rumah.

Raja baru sadar bahwa ia sedang dipermainkan oleh Abu Nawas. Namun karena sang raja sedang menyamar, ia tak bisa memiliki kemampuan untuk melawan orang sebanyak itu.

Diam-diam Abu Nawas meningghalkan tempat tersebut, meninggalkan rajanya sendirian, agar sang raja dapat mengetahui akan kelakuan rakyatnya sendiri.

Hukuman untuk Yahudi
Terpaksa raja pun menuruti ajakan tuan rumah untuk menari hingga tubuhnya yang tambun itu berpeluh. Pada saat itulah tuan rumah mulai menyuguhkan kopi. Ketika sang raja hendak menyeruput kopi di hadapannya, tiba-tiba saja pipinya ditampar oleh tuan rumah dan hal tersebut berulang saat hendak meminumnya lagi.

Sehingga raja tak sempat meminum kopi walaupun hanya seteguk saja.

Pada keesokan harinya, raja memanggil Abu Nawas untuk menghadap.
"Wahai Abu Nawas, baik sekali perbuatanmu tadi malam. Engkau membiarkanku dipermalukan seperti itu, "ujar raja.
"Ampun Baginda, hamba hanya ingin agar Baginda melihat langsung, "kata Abu Nawas.

Setelah meminta maaf, Abu Nawas menceritakan bahwa ia juga mengalami hal yang serupa sehari sebelumnya. Namun ketika di meleporkan, tak ada jaminan yang bakal membuat raja percaya begitu saja.

Kemudian raja memanggil si Yahudi, diinterogasi dan dijawab oleh Yahudi dengan entengnya.
"Jika saya mengetahui yang hadir adalah Tuanku, saya takkan mungkin melakukan hal itu, "ujar Yahudi.

Tentu saja hal itu tak bisa dibenarkan sama sekali dan membuat raja menjadi marah. Karena tak boleh seorangpun yang memiliki perangai buruk seperti itu. Dan sebagai balasannya, sang raja memasukkan si Yahudi ke penjara untuk beberapa waktu lamanya.



HARGA SEORANG RAJA

Pada suatu malam yang temarang disinari rembulan, Raja Harun Ar-Rasyid ingin makan malam bersama Abu Nawas. Maka diutuslah pengawal untuk menjemput Abu Nawas di kediamannya. Tak lama kemudian, Abu Nawas yang berpakaian sederhana itu tiba di istana dengan pebuh keceriaan karena akan bersantap ria dengan rajanya.

Begitu mengetahui kedatangan Abu Nawas, raja nampak antusias sekali. Maka diajaklah Abunawas untuk berbincang di sebuah ruangan yang di dalamnya telah tersedia aneka makanan sebagai jamuan. Makanan-makanan yang tersaji terlihat cukup lezat nan lezat. Belum lagi ada minuman yang terlihat begitu segar.

Melihat makanan yang ada di depannya, Abu Nawas sudah tak sabar lagi ingin menyantap makanan-makanan tersebut karena dia memang dari rumah belum makan sama sekali.

Abu Nawas masih menunggu agar raja mempersilahkan. Begitu raja mempersilahkan, langsung saja Abu Nawas menyantap dengan lahap hidangan yang ada di depannya.

Sementara itu, raja sangat semangat sekali menceritakan tentang kerajaan dan kekuatannya. Namun Abu awas nampaknya tak terlalu fokus dengan apa yang dibicarakan oleh rajanya. Dia masih sibuk dan fokus untuk mengisi isi perutnya sambil memanjakan lidahnya karena peristiwa seperti ini jarang terjadi.

Harga Sang Raja

Selang beberapa lama, Raja Harun Ar-Rasyid masih saja antusias dengan apa yang dipikirkannya. Raja bercerita kepada Abu Nawas dengan luasnya wilayah yang telah dipimpinnya selama ini.

Tak lama kemudia, tiba-tiba saja sang raja bertanya kepada Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, berpakah harga diriku ini?" tanya raja.

Abu Nawas yang sedang asyik makan, nampak tertegun sejenak. Namun dengan santainya dia pun menjawab pertanyaan itu.
"Hamba kira, mungkin saja sekitar 100 dinar, Paduka, "jawab Abu Nawas sekenanya.

"Terrlalu sekali engkau Abunawas, harga sabukku saja 100 dinar, "bentak raja.
"Tepat sekali, Paduka. Memang yang saya nilai dari diri Paduka hanya sebatas sabuk itu saja, "ujar Abu Nawas.

Sebenarnya raja cukup gusar juga dengan jawaban Abu Nawas itu. Namun malam itu beliau tidak ingin larut dala kecerdikan Abu Nawas. Raja berpikir bahwa beliau harus bisa memberikan pelajaran.

Raja sadar, bahwa beliau kesulitan memberikan pelajaran kepada Abu Nawas kalau temanya beradu kecerdasan. Maka muncul ide bagaimana kalau tentang ketangkasan.




DIUSIR KARENA MIMPI

Pada suatu hari, Abu Nawas dipanggil oleh raja. Kelihatannya ada sesuatu yang sangat penting untuk dibicarakan berdua. Apes benar nasib Abu Nawas.

Dengan berat hati, raja memberi perintah,
"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua yang mengenakan jubah putih. Ia berkata bahwa negeri ini akan ditimpa bencana besar jika orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini."

Abu Nawas mendengarkan dengan seksama titah rajanya.

Sang Raja berkata lagi,
"Engkau harus diusir dari negeri ini, sebab engkau adalah pembawa sial. Kamu boleh kembali dengan syarat tidak boleh berjalan kaki, berlari, melompat-lompat, merangkak, menunggang keledai atau binatang tunggangan lainnya."

Mendengar titah rajanya, akhirnya Abu Nawas pun berkemas. Dengan bekal secukupnya, Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya yang melepasnya dengan uraian air mata.

Sudah dua hari lamanya Abu Nawas mengendarai keledainya dan bekal yang dibawa pun mulai menipis.

Sebenarnya Abu Nawas tak terlalu sedih dengan pengusirannya tersebut. Karena dia sangat yakin sekali bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menolongnya dari kesulitan yang menjeratnya tersebut.

Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih baik daripada Allah SWT pada saat-saat seperti itu?
Kecerdikan Abu Nawas

Hari berganti hari. Setelah sekian lamanya, Abu Nawas yang tengah berada di negeri orang, mulai diserang rasa kangen yang menyayat hati.

Memang tak ada jalan keluar yang lebih baik dari berpikir dan berpikir. Namun dengan akal bagaimana, seperti apa, agar ia bisa memecahkan masalah ini.

"Bagaimana kalau aku menyuruh orang agar menggendongku sampai ke istana ya. Ah tapi itu tidak mungkin, mana ada yang mau menggendong orang sejauh itu?" kata Abu Nawas.

"Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain, "guman Abu Nawas.

Memasuki hari yang kedua puluh, Abu Nawas yang cerdik itu berhasil menemukan suatu cara, yang mana hal tersebut bukan merupakan larangan raja.

Setelah semuanya dipersiapkan, Abu Nawas mulai berangkat ke negerinya sendiri. Rasa rindu bercampur senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini melecut-lecut, semakin menggila saja karena Abu Nawas sudah mulai dekat dengan kampung halamannya.

Pada tengah hari,akhirnya Abu Nawas sampai juga di kampung halamannya.

Para penduduk, teman, saudara, semuanya bergenbira menyambut kedatangan Abu Nawas dengan penuh suka cita. Kabar pun mulai menyebar luas hingga sampai ke istana.

Para penduduk senang karena Abu Nawas adalah sosok yang dicintainya. Berbeda dengan raja, dia pun juga turut senang karena pasti kali ini akan mendapatkan hukuman.

Setelah dipanggil ke istana, Abu Nawas kembali dengan tidak berjalan kaki, berlari, melompat-lompat, merangkak, menunggang keledai atau binatang tunggangan lainnya.

"Bagaimana caramu kembali?" tanya Raja.
""Dengan bergelayut di bawah perut keledai, Baginda," jawab Abu Nawas.

Baginda raja tak membayangkan sama sekali kalau ternyata Abu Nawas berhasil dengan taktik yang tepat. Karenanya, Abu Nawas tidak jadi mendapat hukuman.

Itulah sobat kisahnya Abui Nawas bulan Oktober ini. Sampai ketemu di bulan depan ya, bulan November 2015 dan semoga terhibur dengan ceritanya.



SAYEMBARA MEMINDAHKAN MESJID

Abu Nawas yang cerdik kembali menemani penggemar blog ini. Jangan lupa share sebanyak-banyaknya ke media sosial karena siapa tahu ada yang belum membaca kisahnya.

Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun berbicara di depan rakyatnya.
"Setelah melaksanakan shalat Jumat besok, kalian jangan pulang terlebih dahulu karena saya akan membuat pengumuman yang sangat penting."

Rakyat yang hadir berbisik-bisik kiranya pengumuman apa yang akan disampaikan oleh raja mereka.

Setelah shalat Jumat selesai, raja membacakan pengumuman.
"Tempat di sekitar masjid kita ini sangatlah ramai dan penuh sesak. Jadi, saya akan memindahkan masjid kita ini ke lokasi lain. Siapapun orangnya yang bisa memindahkan masjid ini, maka akan aku beri hadiah sekarung emas."

Tampaknya tak seorang pun dari rakyatnya menyanggupi permintaan raja mereka. Raja Harun mengulanginya beberapa kali kemudian memandangi rakyatnya satu per satu.

Terhentilah pandangan ketika tampak sosok yang tak asing lagi yaitu Abu Nawas. Kemudian raja menunjuk Abu Nawas sambil berkata,
"Abu Nawas, bagaimana denganmu?" tanya raja.

Abu Nawas terkejut juga, dan beliau menjawab,
"Saya akan memindahkan masjid, tapi saya mempunyai satu syarat, Baginda?"
"Apa itu, katakanlah, "jawab Baginda.
"Sebelumnya setelah shalat Jumat besok, Baginda mengadakan pesta jamuan untuk rakyat," jelas Abu Nawas.
"Baiklah kalau memang begit syaratnya," jawab Baginda.

Semua yang hadir di situ terdiam seribu bahasa. Merekan heran sekali dengan kesanggupan yang dilontarkan oleh Abu Nawas. Mereka tak bisa membayangkan bagaimana Abunawas memindahkan masjid.

Pesta Rakyat yang Meriah

Akhirnya, hari Jumat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Setelah selesai melaksanakan shalat Jumat di masjid, mereka semua menyantap hidangan yang lezat-lezat yang telah disiapkan oleh raja.

Setelah pesta usai, raja pun mengingatkan Abu Nawas,
"Wahai Abu Nawas, kini saatnya engkau melaksanakan pekerjaanmu," ujar raja.

Tak lupa, Baginda berkata kepada rakyatnya,
"Kalian semua akan menyaksikan sesuatu yang sangat luar biasa hari ini. Abu Nawas akan memindahkan masjid ke tempat yang baru," ujar raja.

"Baik Baginda, masjid ini akan saya pikul di pundak saya," kata Abu Nawas.

Orang yang hadir terdiam, menanti apa yang akan dilakukan Abu Nawas. Abu Nawas kemudian maju ke depan orang-orang, kemudian berhenti, lalu membungkuk sambil menyingsingkan lengan baju serta celananya.

Abu Nawas meminta orang-orang agar mengangkat masjid untuk diletakkan di pundaknya agar Abu Nawas bisa memindahkan masjid ke tempat lain.

Para hadirin terkejut dengan ucapan Abu Nawas tersebut. Mereka saling berpndangan satu sama lain tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

"Wahai Tuan-Tuan, jumlah kalian sangatlah banyak, kira-kira sampai dua ratus orang dan kalian semua sudah makan, pasti kuat. Tolong bantu saya mengangkat masjid ini ke pundak saya, "ujar Abu Nawas.
"Wahai Abu,apa kamu gila, kami semua pasti tidak akan mampu mengangkatnya," ujar salah satu yang hadir.

Abu Nawas kemudian mengadu kepada raja,
"Baginda, bukan salahku tidak bisa memindahkan masjid. Orang-orang tidak mau membantu saya untuk mengangkat masjid ke pundak saya," kata Abu Nawas.

Raja pun tersenyum mendengar ucapan Abu Nawas. Namun raja memberikan acungan jempol atas cara yang digunakan Abu Nawas untuk berkelit.




RAJA MENJADI PENGEMIS

Pada siang hari yang sangat terik, Abu Nawas sedang duduk-duduk di beranda depan rumahnya. Abu Nawas tidak bekerja hari itu, karena maklumlah karena cuaca sangat terik sekali.

Sambil ditemani istrinya, tiba-tiba saja dari kejauhan ada beberapa prajurit kerajaan yang mendatangi rumahnya. Ternyata para prajurit tersebut diperintahkan raja agar menjemput Abu Nawas.

Setelah sampai di istana kerajaan, di situ terlihat Baginda Raja sudah menunggu agak lama juga.
"Wahai Abu Nawas, aku saat ini benar-benar butuh bantuanmu," kata raja.

Sesaat kemudian, raja mulai bercerita. Raja telah mendapat laporan bahwa di wilayahnya ada seorang saudagar kaya raya yang menolak membayar zakat. Saudagar tersebut bernama Tuan Kabul.

Mendengar penuturan raja, sejenak Abu Nawas berpikir dan kemudian menjawab,
"Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lalu masukkan saja ke penjara?"

"Sebenarnya bisa saja aku berbuat demikian. Namun apa tidak ada cara lainnya yang lebih baik dan halus. Soalnya sangat disayangkan kalau aku menghukum," kata raja lagi.

"Bagaimanapun juga, dia dulu adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah kenapa semakin dia kaya raya, malah makin malas membayar zakat," kata raja lagi.


Imbalan Raja
Memang secara pribadi, Abu Nawas lebih senang kalau Tuan Kabul tersebut dihukum penjara dan semua permasalahan menjadi beres. Karena semua orang sudah tahu bahwa Tuan Kabul tersebut sangatlah pelit.

Bayangkan saja, hampir tak ada orang yang menyukai Tuan Kabul ini, kecuali hanya para abdinya. Namun karena ini adalah perintah raja, maka mau tak mau Abu Nawas ikut memikirkan jalan keluarnya.

Akhirnya Abu Nawas meminta waktu beberapa hari untuk memikirkan jalan keluarnya. Meskipun tak bekerja menggunakan otot, Abu Nawas diberi sekantong ems oleh raja untuk menghidupi keluarganya, dengan syarat harus bisa menyadarkan Tuan Kabul.

Setelah seminggu, Abu Nawas kembali ke istana.
"Bagaimana? Apa taktikmu sekarang?" tanya raja.
"Beres Baginda, sudah ditemukan caranya. Cuma, saya dan Baginda harus jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?" tanya Abu Nawas.

Pada mulanya, Baginda Raja agak kaget dengan takti Abu Nawas. Karena ada rasa keinginan kuat untuk menyadarkan Tuan Kabul, akhirnya rajapun bersedia.


Menjadi Pengemis
Dengan memakai pakaian layaknya pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja pergi meluncur ke rumahnya Tuan Kabul. Pada saat itu, Tuan Kabul sedang berada di rumah. Nasib mujur.

Abu Nawas segera saja mengucapkan salam dan menyapa Tuan Kabul.
"Apakah Tuan mempunyai uang rewceh?" kata Abu Nawas.
"Tidak ada!" jawab Tuan Kabul.
"Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekedar untuk mengganjal perut kami?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada!" kata Tuan Kabul.

"Kalau begitu, kami minta segelas air saja, adakah Tuan?" tanya Abu Nawas.
"Sudah aku bilang dari tadi aku tidak punya apa-apa!" kata Tuan Kabul yang mulai emosi.
Justru inilah yang ditunggu-tunggu Abu Nawas, sifat emosi yang dimunculkan Tuan Kabul.

"Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis seperti kami saja?" kata Abu Nawas.
Wajah Tuan Kabul terlihat sedih, teringat akan masa lalunya yang terbilang miskin dan tak punya apa-apa.

Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk dirasakan Tuan Kabul. Namun belum sempat Tuan Kabul sadar siapa yang berdiri di depannya, raja mulai angkat bicara.

"Bagaimana Kabul, apakah memilih menjadi orang kaya atau orang yang tak punya?" kata raja. Kalau mau kaya, bayarlah zakat, kalau tidak mau kaya, mengemis saja kayak orang ini," kata raja sambil menunjuk ke Abu Nawas.

Tuan Kabul akhirnya sadar bahwa kalau mau kaya seharusnya orang rajin membayar zakat karena dengan membayar zakat, maka hadiahnya berlipat ganda.

Akhirnya Tuan Kabul mau membayar zakat setelah Abu Nawas membacakan Al Qur'an dan ancaman-ancaman yang didapat kalau seseorang enggan membayar zakat.



ABUNAWAS HENDAK DIJADIKAN BUBUR

Pada suatu pagi yang cerah, seperti biasanya Abu Nawas jalan-jalan pagi sekedar untuk menyegarkan tubuhnya. Dan tanpa tersa, Abu Nawas telah berjalan hingga menasuki sebuah hutan.

Di dalam hutan tersebut ada suatu perkampungan yang baru dikenalnya. Menjelang siang hari, ternyata Abu Nawas telah memasuki kampung suku dalam.

Tampak orang sibuk ramai ketika ia datang, membuat bu Nawas menjadi pnasaran dan ingin mendekat lagi. Namun tanpa disadari, ada dua orang laki-laki mendekatinya.

Eits...Abu Nawas kaget karena dipegang oleh laki-laki tersebut. Sudah badannya tegap-tegap, menakutkan juga. Abu Nawas ditangkat dan dibawa ke hadapan pemimpin mereka.

"Apa-apaan ini, apa salhaku, aku mau diapakan?" teriak Abu Nawas.
"Kau lihat belanga yang berisi air mendidih itu, kau akan dimasukkan ke dalamnya dicampur dengan tepung untuk dijadikan bubur,"kata orang yang menangkapnya.

Salah satu pria tersebut menerangkan bahwa kebiasaan penduduk suku dalam akan menangkap orang yang lewat, lalu menyebelihnya dan menjadikannya bubur sebagai hidangan sehari-hari.


Dijadikan Bubur
Melihat hal tersebut, Abu Nawas mala mulai tampak tenang dan menjalankan taktiknya.
"Jika kalian ingin membuat bubur, dagingku sangatlah sedikit, pasti tidak enak. Jika kalian mau, aku akan membawa temanku yang bertubuh gemuk, "bujuk Abu Nawas.

Setelah berusaha meyakinkan suku dalam tersebut, akhirnya Abu Nawas dibebaskan dengan syarat besok harus membawa temannya yang dijanjikan tersebut.

Setelah dibebaskan, Abu Nawas langsung menuju istana dan tampaklah sang raja yang gemuk, mungkin karena kerjaannya hanya duduk-duduk saja setiap harinya.

Setelah menghadap raja, Abu Nawas memberitahukan bahwa suku dalam sedang membuat suatu perayaan dan Abu Nawas bersedia menemani dan mengantarkan baginda raja sampai ke tempat.

Abu Nawas hanya minta kepada baginda hanya dirinya saja yang mengawalnya tanpa didampingi prajurit serta mengenakan pakaian biasa agar tidak terlihat mencolok.

Baginda raja menerima saran dari Abu Nawas dan akhirnya mereka berdua berangkat hingga memasuki sebuah kampung yang ada di dalam hutan. Tibalah keduanya di sebuah rumah yang tampak ramai.

"Saya masuk terlebih dahulu untuk melihat, Baginda tunggu di sini, "ujar Abu Nawas.

Kemudian Abu Nawas masuk ke dalam rumah untuk mengatakan kepada warga kampung dalam bahwa ia telah membawa teman gemuk yang ia janjikan.

"Aku memenuhi janjiku,di luar ada temanku, "ujar Abu Nawas sembari berjalan keluar.
"Itu rumah penjual bubur, mungkin sangat lezat buburnya sehingga banyak pengunnjungnya, "guman baginda raja.

Tak berapa lama kemudian, ada dua pria yang keluar dan langsung menangkap raja dan membawanya ke dalam rumah. Sementara itu, Abu Nawas langsung angkat kaki dari kampung itu.
"Jika raja cerdas, maka ia akan selamat. Jika tidak maka ia akan menjadi bubur, "guman Abu Nawas.


Membuat Peci
Sementara itu, raja yang akan disembelih membuat taktik.
"Badanku ini banyak lemaknya, jadi pasti tidak enak kalau dibuat bubur. Aku bisa membuat peci yang bagus dan bisa dijual melebihi harga bubur kalian. "tutur raja.

Akhirnya mereka sepakat dan raja diberi waktu untuk membuktikannya membuat peci indah yang berharga mahal. Dan setelah beberapa hari kemudian, jadilah peci yang sangat elok.

Di atas peci, raja menambahkan bunga yang ditata rapi sehingga membentuk kata seperti sebuah surat pendek yang maknanya kurang lebih adalah,
"Aku raja, belilah peci ini berapa saja, lalu bawa pasukan untuk membebaskanku."

Setelah pecinya jadi dan siap dijual, raja berpesan agar peci tersebut dijual kepada menteri keamanan kerajaan karena dijamin akan menerima harga tinggi.
"Juallah dengan harga 10 dirham, karena hanya menteri yang bisa membeli peci ini, "ucap raja.

Benar juga, setelah sang menteri melihat peci tersebut, dia menjadi tertarik dan terpikat. Pada saat melihat rangkaian bunga di atas peci, barulah dia paham dan kemudian membelinya.

Pada malam harinya, sang menteri membawa pasukan untuk membebaskan rajanya. Dan setwlah raja dibebaskan, raja menyuruh membawa Abu Nawas ke hadapannya.

"Ampun Baginda, saya hanya ingin memberitahu baginda bahwa ada rakyat yang berbuat zalim, ujar Abu Nawas.
Mendengar jawaban tersebut, amarah baginda sirna, malahan Abu Nawas diberi hadiah sekantung emas.



CARA CERDIK MENANGKAP PENCURI

Pada suatu hari, kota Baghdad digemparkan dengan pencurian di rumah saudagar kaya raya dan ada sebanyak uang seratus dinar lenyap digonddol maling.

Nampaknya maling tersebut sangat profesional. Buktinya saja sudah banyak petugas dikerahkan untuk mengejar pencuri itu, namun si maling tak kunjung ketangkap.

Sang saudagar kaya raya semakin gusar dibuatnya. Bagaimana tidak, sudah uangnya diambil kemudian ada rasa penasaran sebenarnya siapa pencuri lihai tersebut.

Hebatnya, tak ada satu pun pertanda yang bisa dilanjutkan sebagai bahan penyelidikan lebih lanjut. Bahkan meskipun telah mendesak pejabat setempat, tetap saja hasilnya nihil.

Pengumuman dan Sayembara

Pada akhirnya, sang saudagar membuat keputusan, barangsiapa yang mencuri hartanya dan dia mau mengembalikan, maka dia akan mendapatkan hak separuh dari harta yang dicuri tersebut.

Namun meskipun sudah diberikan pengumuman tersebut, si pencuri tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Bahkan si pencuri ini merasa nyaman dan aman karena tak satupun orang yang mengetahui ulahnya.

Tidak putus asa, sang saudagar akhirnya membuat sayembara baru. Barang siapa yang berhasil mendapatkan pencuri tersebut, maka dia akan mendapatkan seluruh harta tersebut.

Tentu saja sayembara ini sangat menarik warga Baghdad. Banyak sekali orang yang mendaftar untuk ikut andil bagian, termasuk si pencuri itu sendiri

Awalnya si pencuri berniat untuk meninggalkan kota Baghdad dengan membawa harta curiannya. Namun setelah dipikir-pikir, kepergiannya hanya akan membuka aibnya.

Oleh karena itu, si pencuri mencoba bertahan di kota dengan ikut-ikutan menjadi peserta sayembara. Dia semakin merasa aman saat berkumpul dengan peserta sayembara.

Dia sangat yakin kedoknya tidak akan terbongkar.

Tongkat Ajaib

Begitu melihat hasil yang belum jelas terlihat dari sayembara yang sudah dibukanya, sang saudagar akhirnya mendesak sang hakim untuk mendatangkan Abu Nawas.

Namun sayangnya, Abu Nawas pada hari itu sedang berada di Damaskus dan baru bisa pulang pada esok harinya. Semua harapan bertumpu pada Abu Nawas.

Kasak kusuk begitu genjar di kalangan warga, mereka menebak apakah Abu Nawas mampu menguak teka-teki tersebut. Sementara itu, si pencuri hatinya menjadi ciut karena dia tahu bagaimana kemampuan Abu Nawas dalam memecahkan masalah.

Pada keesokan harinya, Abu Nawas datang dengan membawa tongkat banyak sekali. Dan kemudian dia membagikan tongkat-tongkat tersebut kepada semua yang hadir sambil berpesan.

"Tongkat-tongkat ibi sudah saya mantrai, kalian bawa pulang. Besok bawa kembali ke sini. Jika salah satu diantara kalian pencurinya, maka tongkat akan bertambah satu telunjuk. Yang bukan pencuri, maka tidak usah khawatir, "ujar Abu Nawas.

Kemudian semua warga pulang dan si pecuri bingung bagaimana bisa lolos di esok hari. Setelah memeras otak, dia memutuskan untuk memotong tongkat tersebut sepanjang telunjuk jarinya.

Benar.
Keesokan harinya, semua warga berkumpul dan mengembalikan tongkat kepada Abu Nawas. Pada saat menerima tongkat dari pencuri tersebut, Abu Nawas langsung menangkapnya karena tongkatnya menjadi lebih pendek.

Kemudian si pencuri diadili dengan seadil-adilnya. Akhirnya Abu Nawas berhak menerima uang 100 dinar tersebut. Namun uang tersebut dibagikan kepada fakir miskin di kota Baghdad.




IBU BAYI DITENTUKAN OLEH ALGOJO

Pada suat hari, Baginda Raja Harun dibuat bingung oleh pengakuan kedua orang ibu yang memperebutkan seorang bayi. Keduanya sama-sama bersikukuh bahwa ia merupakan ibu sebenarnya dari bayi tersebut.

Langkah raja untuk menyidangkan sengketa tersebut juga menjadi buntu. Meskipun sudah dipaksa untuk bersumpah, namun kedua ibu itu nyaris baku hantan untuk memperebutkan bayi tersebut.

"Coba sebutkan ciri-ciri khusus dari bayi ini, "tanya Raja Harun.
"Di tangan kirinya terdapat tahi lalat sebesar mata ayam, "kata wanita pertama.
"Coba periksa daja di pantat bayi itu, pasti ada juga tahi lalat, "jawab wanita kedua.

Memperebutkan Bayi

Setelah diperiksa, ternyata kedua wanita tersebut sama-sama benar. Akibatnya sang raja menjadi kesulitan untuk menyelesaikan sengketa itu. Karena kasusnya yang bertlarut-larut, maka raja memanggil Abu Nawas. Beliau berharap kecerdikan otak Abu Nawas mampu menyelesaikan sengketa tersebut.

Keesokan harinya, Abu Nawas datang ke persidangan dengan membawa seorang algojo. Algojo tersebut membawa sebuah pedang yang terlihat sangat tajam.

Setelah semua upaya gagal, Abu Nawas menempatkan bayi itu di atas sebuah meja. Lalu dipanggillah algojonya untuk bersiap-siap membelah bayi itu menjadi dua bagian.

"Apa yang akan engkau perbuat pada bayi itu?" tanya kedua wanita itu keheranan.
"Sekali lagi, sebelum saya mengambil tindakan khusus, apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi ini kepada yang memang berhak memilikinya?" tanya Abu Nawas.

"Tidak, bayi itu adalah anakku!" tutur kedua wanita itu serempak.
"Baiklah kalau kalian memang sungguh-sungguh menginginkan bayi ini dan tak ada yang mau mengalah, maka saya terpaksa akan membelah bayi ini menjadi dua bagian sama rata, "ancam Abu Nawas.

Di luar dugaan, wanita yang pertama senang bukan kepalang, sedangkan wanita yang kedua menjerit-jerit histeris.

"Baiklah, saya rasa itu keputusan yang adil, "ujar wanita yang pertama.
"Tolong jangan dibelah bayi itu, biarlah aku yang mengalah saja, asalkan bayiku tidak dibunuh, "ucap wanita yang kedua sambil memohon.

Sebuah Akal Cerdik

Melihat pemandangan tersebut, Abu Nawas bisa tersenyum lega karena sudah ditemukan siapa sebenarnya ibu dari bayi yang diperebutkan tersebut.

Segera saja Abu Nawas mengabil bayi tersebut lalu menyerahkannya kepada wanita yang kedua.
"Ini memang bayimu Ibu..., "kata Abu Nawas.
Karenatak seorangpun ibu yang tega melihat anaknya dibunuh.

Mengetahui kedoknya terbongkar, wanita pertama hanya terdiam malu. Abu Nawas meminta untuk menghukum wanita pertama sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.

Baginda raja merasa puas terhadap teknik yang diambil oleh Abu Nawas. Dan sebagai rasa terima kasih, Baginda Raja Harun menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan.

Namun Abu Nawas menolaknya karena ternyata Abu Nawas lebih suka dengan statusnya sebagai rakyat biasa.




LEBIH BANYAK MANA, IKAN DILAUT ATAU BINTANG DILANGIT

Pada suatu hari, Raja Harun Ar Rasyid kelihatan murung sekali karena beliau memiliki pertanyaan dan para menterinya belum ada yang mampu mnenjawabnya dengan tepat.

Akhirnya berimbas suasana istana terlihat sunyi senyap karena rajanya sedang termenung memikirkan dua pertanyaan sang raja. Semuanya telah berusaha dengan keras, naman jawaban dari pertanyaan raja belum juga ketemu.

Baginda raja sangat ingin tahu jawabannya. Mungkin karena rasa penasaran, penasehat kerajaan menyarankan untuk memanggil Abu Nawas untuk memecahkan teka-teki yang membingunkan ini.

Karena dua pertanyaan ini, baginda raja tak dapat tidur karena kepikiran dengan keingintahuannya untuk menyingkap fenomena alam tersebut.

Abu Nawas akhirnya jadi dipanggil dan menghadap sanga raja.
"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas.

"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku, "kata raja.
"Bolehkah hamba mengetahui dua teka-teki itu, wahai Paduka?" tanya Abu Nawas.

"Yang pertama, dimanakah sebenarnya batas jagad raya ciptaan Tuhan kita itu?" tanya raja.
"Di dalam pikiran wahai Paduka yang mulia, "jawab Abu Nawas.
"Kenapa bisa begitu?" tanya raja.
"Tuanku, ketidakterbatasan itu ada karewna adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditaqnamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu, manusia tidak akan pernah tahu dimana batas jagad raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas, "jelas Abu Nawas.



Raja mulai tersenyum karena merasa puas mendengarkan jawaban Abu Nawas yang masuk akal. Kemudia, Baginda melanjutkan dengan teka-teki yang kedua.

"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak, bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?" tanya raja.
"Ikan-ikan di laut, Paduka, "jawab Abu Nawas.
"Bagaimana kamu memutuskan hal tersebut, apakah kamu pernah menghitungnya?" tanya raja.

"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkap dalam jumlah yang besar, namun seolah-olah jumlah mereka tak berkurang sama sekali. Sementara bintang-bintang tak pernah diambil, jadi jumlah tetap saja," jelas Abu Nawas.

Seketika rasa penasaran Baginda raja sirna atas jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas.



DISELAMATKAN KELEDAI DARI HUKUMAN RAJA

Kisak Abu Nawas nan cerdik serta lucu, cocok sebagai bacaan hiburan bagi kawan-kawan semuanya di dunia nyata maupun di dunia gaib.

Kali ini mengambil judul yang ada hubungannya dengan keledai. Semua tahu kan, kalau keledai itu sering dihubung-hubungkan dengan hewan yang paling dungu di dunia.

Hingga akhirnya sampai juga ke perkataan manusia bahwa kalau orang yang kurang pandai tersebut disebut dengan seperti keledai.

Langsung saja, alkisah, Raja Harun Ar Rasyid bermimpi sangat aneh. Karena keanehan tersebut ada hubungannya dengan Abu Nawas, maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap Raja.

Setelah bertatap muka, raja berkata,
"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan laki-laki yang sudah teramat tua. Dan ia memakai jubuh yang berwarna putih dan berkata bahwa negerinya akan segera ditimpa malapetaka jika orang yang memiliki nama Abu Nawas masih berdiam di negerinya."

"Mimpi yang sangat aneh, Paduka...," kata Abu Nawas menyela.
"Terus orang tua itu bilang bahwa Abu Nawas harus segera diusir dari negeri karena selalumembawa kesialan. Dia boleh kembali asalkan tidak boleh berjalan kaki, merangkak, melompat, berlari, menunggang keledai atau tunggangan yang lain, " ujar raja.

Akhirnya Abu Nawas tunduk dan patuh dengan titah rajanya. Dengan bekal secukupnya, Abu Nawas mulai menaiki keledainya, meninggalkan istri dan anaknya.

Di dalam perjalanan, Abu Nawas merasa sangat rindu dengan keluarganya. Dia berpikir keras untuk menemukan jalan keluarnya. Semoga saja Allah SWT memberikan petunjuk sehingga bisa terlepas dari pengasingan dan bisa berkumpul lagi dengan keluargnya.

Sudah setengah bulan lamanya, Abu Nawas melakukan tahajud dan berpikir mencari solusi yang tepat, namun belum juga menemukan.

"Apa aku harus meminta bantuan orang lain saja ya, ah tapi aku tak mau merepotkan orang lain dan aku harus mampu menolong diriku sendiri," guman Abu Nawas.

Nah,pada hari keduapuluh, Abu Nawas menemukan ide yang cemerlang, karena cara yang ditempuhnya sama sekali tak melanggar larangan raja.

Tak terasa juga, Abu Nawas telah sampai di pintui gerbang kerajaan. Rakyat pun menyambutnya dengan suka cita.

Dan kabar kembalinya Abu Nawas ini terdengar juga oleh raja. Baginda raja sangat yakin sekali bahwa kembalinya Abu Nawas telah melanggar salah satu larangannya.

Maka segera dipanggilllah Abu Nawas. Setelah mendapapat penjelasan dan saksi yang melihatnya, ternyata Abu Nawas menggelayut di bawah perut keledai.

Raja sangat kecewa karena Abu Nawas berhasil dan terbebas dari hukuman. Karena Abu Nawas memang tidak mengendai keledai.




ABUNAWAS DITUDUH MENCURI

Abu Nawas memang sangat terkenal dengan kecerdikannya dalam memecahkan masalah yang pelik. Begitu juga dengan kisah yang satu ini, Abu Nawas ditimpa masalah, difitnah dan dituduh mencuri.

Akankah Abu Nawas mampu menyelesaikan perkara ini? Berikut kisahnya.

Pada suatu hari, si Fulan datang ke istana Raja Harun Ar Rasyid. Dia ini diam-diam memendam rasa dendam kepada Abu Nawas. Setelah bertemu dengan raja, maka ia pun menceritakan perihal maksud kedatangannya.

"Yang mulia, aku ingin melaporkan perbuatan buruk salah satu orang kepercayaan Anda, "kata si Fulan.
"Siapakah dia dan apa yang telah diperbuatnya? "tanya raja.
"Dia adalah orang kepercayaan Paduka, yaitu Abu Nawas. Dia telah melakukan perbuatan keji, yaitu mencuri kalung emas saya, "jawab si Fulan.

Raja pun terkejut, dan meminta si Fulan menceritakan kronologisnya.

"Begini yang mulia, sepertinya Abu Nawas sudah lama mengincar kalung emas saya. Awalnya ia ingin memebeli kalung tersebut, namun hamba tidak ingin menjualnya, "terang si Fulan.

Mendengar hasutan orang tersebut, Abu Nawas pun langsung dipanggil ke istana. Sesampainya di istana, raja memerintahkan prajurit untu memenjarakan Abu Nawas.

"Tunggu sebentar Paduka, sebenarnya ini ada apa hingga pada begitu marah kepada saya, "bela Abu Nawas sembari kebingungan.

Mendengar ucapan Abu Nawas tersebut, raja langsung murka,
"Berani sekali kamu bertanya seperti itu, bukankah kamu sudah mencuri kalung si Fulan?" bentak raja sambil menunjuk si Fulan yang tak jauh dari raja.
"Tidak Paduka, untuk apa saya mencuri kalungnya? "bantah Abu Nawas.
Abu Nawas mulai sadar bahwa dirinya telah difitnah.

"Buktinya, orang ini membawa selendang milikmu, dan aku pernah melihatnmu memakainya, "kata raja.
Abu Nawas memang pemilik selendang tersebut, namun sudah dua hari lamanya selendang tersebut hilang dicuri oleh seseorang.
Dia sudah mencoba menjelaskan beberapa kali sampai lama, namun kayaknya usahanya sia-sia saja.

Dipancung atau Digantung ?

Pada keesokan harinya, dan karena banyaknya hasutan yang dilontarkan si Fulan kepada raja, akhirnya Abu Nawas dijatuhi hukuman mati. Selain itu, baginda juga ingin menguji kepandaianh Abu Nawas dalam perkara ini.

Saatnya hukuman mati diberikan. Sesaat sebelum hukuman mati dilaksanakan, raja sempat menanyakan apa permintaan terakhir Abu Nawas ini.

Dan oh ternyata saat-saat ini yang palking ditunggu oleh Abu Nawas. Abu Nawas minta agar diberi kesempatan untuk memilih hukuman mati dirinya.

"Hamba minta bila pilihan hamba benar, hamba bersedia dihukum pancung. Tapi jika pilihan hamba dianggap salah, maka hamba dihukum gantung saja, "kata Abu Nawas memohon.
"Engkau ini memang orang yang aneh. Saat-saat genting pun masih saja sempat bersenda gurau. Akan tetapi, dsegala tipu muslihatmu tidak akan bisa menyelematkanmu, "ujar baginda.

"Hamba tidak bersenda gurau, Paduka, "kata Abu Nawas.
Raja pun semakin terpingkal-pingkal dibuatnya. Namun belum selesai raja tertawanya, Abu Nawas berteriak dengan nyaring.

"Hamba minta dihukum pancung !" "Hamba minta dihukum pancung !"

Semua orang yang hadir saat itu dibuat kaget. Mereka bertanya-tanya kenapa Abu Nawas membuat keputusan seperti itu. Sementara itu raja mulai curiga dan sekaligus mulai berpikir tentang kalimat permintaan terakhir dari Abu Nawas tadi.

"Baginda, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum pancung.Kalau pilihsn hamba benar, maka hamba dihukum pancung. Tetapi dimanakah letak kesalahan pilihan hamba, hingga hamba harus dihukum gantung. Padahal hamba kan memilih dihukum pancung?" jelas Abu Nawas.

Tak disangka olah kata Abu Nawas membuat raja tercengang dan menyadrinya. Dalam hati, raja mengakui kehebatan Abu Nawas. Dan selanjutnya, masalah tersebut masih diusut lagi.

Serlang beberapa hari kemudian, ternyata Abu Nawas hanya difitnah saja oleh si Fulan.




BEGINI CARA MENAKLUKKAN MONYET PINTAR

Pada pagi hari yang cerah, Abu Nawas menerima sepucuk surat dari raja yang isinya adalah Abu Nawas diberi titah untuk menyelidiki kondisi rakyatnya.

Raja Harun memang terkenal bijaksana dan adil.

Dan Abu Nawas adalah tim yang terbaik untuk memeriksa kondisi masyarakat saat itu. Pada sore harinya, Abu Nawas menyisir kota untuk melihat kondisi rakyat.

Pada saat itu, ia tak menemukan sesuatu yang aneh atau mencurigakan karena memang perekonomian sedang baik. Namun pada saat ia melewati sebuah kawasan yang biasa digunakan untuk acara hajatan, tiba-tiba langkahnya terhenti.

Dilihatnya ada begitu banyak penduduk berkerumun, dan akhirnya Abu Nawas penasaran hingga melangkah ke tempat kerumunan tersebut.

Dia tanya salah satu orang tentang ada apa gerangan kok begitu banyak orang berkerumun. Ternyata kerumunan tersebut ada suatu pertunjukan yang melibatkan seekor monyet yang pintar.

"Ada pertunjukan keliling yang melibatkan seekor monyet pintar, "jawab salah satu penduduk.
"Apa maksudmu dengan monyet pintar?" tanya Abu Nawas.
"Monyet tersebut bisa mengerti bahasa manusia dan lebih hebat lagi, monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja, "jelas salah seorang penduduk yang satunya.

Kontan saja, jawaban dua orang penduduk tersebut membuat hati penasaran, apa iya ya. Abu Nawas langsung menuju kerumunan penduduk dan saat itu si pemiliki monyet menawarkan hadiah tinggi bagi siapa saja yang mampu membuat monyetnya mengangguk-angguk.

Maka tak heran jika banyak yang mencoba keberuntungan ini. Satu persatu maju, namun semua gagal terus karena si monyet memang sangat gigih dilatih tuannya.

Karena rasa penasaran, Abu Nawas maju ke depan.

"Tahukah siapa aku ini, " tanya Abu Nawas.
Si monyet menggeleng-gelengkan kepala.
"Apakah engkau tidak takut kepadaku? "tanya Abu Nawas.
Si monyet menggelengkan kepala.
"Apakah engkau takut kepada Tuanmu?" tanya Abu Nawas.
"Baik, jika kamu tetap diam, maka akan aku laporkan kepada tuanmu, "ancam Abu Nawas.

Secara spontan, seketika itu juga, si monyet mengangguk-anggukkan kepalanya. Sontak saja penonton bertepuk tangan karena ada yang berhasil.

Abu Nawas mendapatkan hadiah, si pemiliki monyet marah besar kepada monyetnya dan memukulinya dengan kayu.




CARA MENANGKAP ANGIN

Secara logika tugas baginda raja ini tak masuk akal sama sekali. Bagaimana mungkin seseorang bisa menangkap angin dan diperlihatkan hasil tangkapannya kepada raja.

Namun, bukanlah Abu Nawas kalau tak bisa sukses menjalankan tugas yang pelik seperti ini. Akankah Abu Nawas berhasil menunaikan titah raja?

Asal mula tugas berat ini adalah karena raja sering banget mengalami gangguan perut. Bisa dikatakan saja kalau raja sering masuk angin apalagi ketika sering bertugas ke lapangan di waktu musim dingin.

"Abu Nawas, aku ingin kamu untuk menangkap angin dan memenjarakannya, "kata raja.

Abu Nawas kaget, tugas ini tak masuk akal.
"Bagaimana cara membuktikannya kalau angin benar-benar telah aku tangkap? "guman Abu Nawas.

Abu Nawas berpikir keras karena hanya 3 hari waktu yang diberikan oleh baginda raja. Lama berpikir, Abu Nawas berguman.
"Bukankah jin itu juga tak terlihat?"

Tiba-tiba saja Abu Nawas senyum dan berjingkrak kegirangan. Rupanya beliau sudah menemukan cara untuk menangkap angin dan sekaligus membuktikannya kepada raja.

Keesokan harinya Abu Nawas menghadap raja.
"Apakah kamu sudah menangkap angin?" tanya raja.
"Sudah Tuanku, "jawab Abu Nawas sambil mengeluarkan botol dari balik bajunya.

"Mana angin itu?" tanya raja.
"Di dalam botol ini Tuanku, "jawab Abu Nawas.
"Mana? aku tak melihat apa-apa, "kata raja.

"Ampun Tuanku, memang angin tidak bisa dilihat, akan tetapi jika Paduka ingin tahu angin yang saya tangkap, maka tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu."

Setelah dibuka, raja mencium adanya bau tak sedap keluar dari dalam botol tersebut. Baunya sangat menyengat. Ternyata Abu Nawas sengaja memberinya angin yang busuk agar bisa tercium dengan mudah.




BERKEBUN DARI ISTANA

Sebagai putra dari mantan kadi, Abu Nawas pun ditunjuk oleh raja menjadi kadi juga menggantikan ayahnya yang telah meninggal dunia. Namun dengan sopan Abunawas menolaknya.

Meskipun Abu Nawas tidak mau, namun raja tetap gigih dan meminta Abu Nawas untuk menjadi penasehat raja. Akhirnya Abunawas menerima tawaran tersebut.

Dan karena jabatan baru tersebut, Abu Nawas harus menghabiskan waktu lebih banyak di istana karena setiap saat raja membutuhkannya untuk berdiskusi, Abu Nawas tada dan siap.

Otomatis waktu bersama dengan istrinya sangat sedikit sekali. Biasanya untuk mengobati rasa rindu, Abu Nawas mengirimkan surat kepada istrinya dan begitu pula sebaliknya.

Namun belakang ini, surat-surat yang akan dikirim rupanya telah dibaca terlebih dahulu oleh pengawal bahkan terkadang oleh ketua pengawal raja sendiri. Padahal surat tersebut bersifat privasi.

Abu Nawas geram, dan menyusun taktik agar si pembaca suratnya jera. Dan hari yang ditunggu pun telah tiba manakala sang istri menanyakan,
"Suamiku, kapan saatnya menanam di kebun kita?, "tanya istri.
"Istriku sayang, janganlah sekali-kali menanam di kebun kita karena di situ aku menyimpan rahasia negara," kata Abu Nawas.

Jawaban yang singkat tersebut membuat terkejut para pengawal raja. Secara diam-diam, para pengawal pergi ke kebun Abu Nawas dan mencangkul seluruh sudut kebun tersebut.

Namun apa yang terjadi?
Mereka tak menemukan apa-apa selain lelah, keringat bercucuran saja.

Pada keesokan harinya, istri Abu Nawas kembali mengirimkan surat dan mengabarkan kejadian yang terjadi di kebun. Surat tersebut kembali disensor oleh pengawal.

Begini isi suratnya,
Suamiku, kemarin beberapa prajurit dan pengawal raja datang datang ke rumah serta menggali setiap sudut kebun kita."


Balasan surat,
"Nah, sekarang kebun kita sudah dicangkuli dan kita siap menanaminya."

Istri Abu Nawas kini dapat memulai menanam di kebun tanpa perlu susah payah mencangkul.

Sementara itu, rupanya raja mengetahui akan kelakuan pengawal-pengawalnya. Raja menilai pengawalnya tak memberikan data atau berita yang akurat.

Karenanya, raja memberhentikan mereka semua. Keputusan ini disambut gembira oleh Abu Nawas. Kini surat-suratnya benar-benar aman terkendali.




MIMPI YANG INDAH

Tamu tak diundang. Pada suatu hari, Abu Nawas kedatangan tamu yang tak diundang. Mereka bukanlah orang biasa saja, namun juga memiliki kharisma.
Yaitu si ahli yoga dan seorang lagi pendeta.

Oh ternyata mereka berdua, si tamu ini memiliki tujuan untuk menemui Abu Nawas. Rupanya mereka sangat penasaran akan kecerdikan Abu Nawas yang terkenal tersebut. Pada waktu itu Abu Nawas sedang melakukan shalat Dhuha di rumahnya.

Istrinya yang setia mempersilahkan mereka berdua untuk masuk dan duduk. Setelah Abu Nawas selesai shalat, ditemuilah mereka berdua dengan hati berbahagia.

"Kami sebenarnya ingin mengajak Anda untuk melakukan pengembaraan suci. Kalau Anda tak keberatan, ayo bergabunglah dengan kami, "kata ahli yoga.

Dengan penuh semangat Abu Nawas menerima ajakan tersebut. Kemudian pada keesokan harinya, mereka berangkat bersama. Abu Nawas memakai jubah sufi, ahli yoga dan pendeta memakai seragam mereka masing-masing.

Ketika sore hari, di tengah perjalanan, mereka diserang rasa lapar yang sangat. Maklumlah ketiganya tak membawa bekal makanan barang sedikit pun.

"Wahai Abu Nawas, bagaiman jika Anda mengumpulkan sedekah? Sementara kami mengadakan kebaktian," kata pendeta.
Abu Nawas setuju saja, mengetuk pintu dari rumah ke rumah.

Setelah dirasa cukup untuk membeli makanan, Abu Nawas segera pergi ke warung makan. Tak lama kemudian Abu Nawas menghampiri teman-temannya.

Abu Nawas mengajak mereka menyantap makanan, namun mereka menolaknya dengan alasan mereka sedang berpuasa. Abu Nawas memelaas, meminta jatahnya saja tapi tetap tidak boleh.

(Memang ada maunya).
"Bagaiman mana kalau kita mengadakan perjanjia?" kata pendeta.
Pendeta menjelaskan bahwa siapa bermimpi terbaik maka akan mendapat jatah makan terbanyak dan begitu juga sebaliknya.

Malam semakin larut, Abu Nawas tidak bisa tidur karena lapar. Setelah yakin dilihat teman-temannya tidur lelap, Abu Nawas langsung menyantap makanan hingga habis.

Keesokan harinya ketika mereka bangun, ahli yoga bercerita tentang mimpinya yang memasuki alam nirwana, dimana didalamnya ada sebuah taman indah.

Pendeta memujinya.
Pendeta bermimpi telah menembus batas ruang dan waktu, lalu bertemu dengan pencipta agamanya. Ahli yoga memuji mimpi dari pendeta.

Abu Nawas hanya diam saja.
Sekarang giliran Abu Nawas bercerita.

Menurut Abu Nawas, dia bertemu nabi Daud as yang ahli puasa. Dalam mimpinya itu, Nabi Daud menyuruh Abu Nawas agar segera berbuka puasa.

"Karena yang menyuruhku adalah nabi yang agung, aku tak berani membantahnya. Langsung saja aku bangun dan menyantap makanan yang ada di depan itu," kata Abu Nawas.

Alamak...
Sadarlah pendeta dan ahli yoga. Kini mereka kelaparan, sambil menyesal serta mengakui kehebatan betapa cerdiknya orang yang bernama Abu Nawas.




TRIK ABUNAWAS BERSALIN

Sultan Harun Al-Rasyid dikabarkan sedang mengalami stres berat di istana. Kabarnya pula, hal tersebut dikarenakan beliau tidak bertemu dengan Abunawas selama setengah tahun.

Hal ini membuat baginda raja menyesali perbuatannya karena telah tega mengusir penasehatnya itu. Dalam istana serasa sepi tanpa kehadiran Abunawas yang selalu bisa melucu.

Raja pun akhirnya mencabut titahnya dan menyuruh pengawal menemui Abu Nawas untuk mengajaknya ke istana.
"Mungkin Abu Nawas marah kepadaku, pergilah ke rumahnya dan ajaklah Abu Nawas menemuiku," perintahnya.

Abunawas Sedang Hamil

Pengawal Raja pun berkunjung ke rumah Abu Nawas dan di luar dugaan, Abu Nawas menolak tawaran pengawal Raja itu.
Abu Nawas mengaku tengah hamil dan hendak melahirkan.

"Tolong sampaikan kepada Raja, aku sakit dan hendak bersalin dan aku sedang menunggu dukun beranak untuk mengeluarkan bayiku ini," kata Abu Nawas sambil mengelus perutnya yang buncit.

Maka kembalilah pengawal Raja itu dan menyampaikan kabar sebenarnya.
"Ajaib benar," kata Baginda Raja dalam hati setelah mendengar laporan pengawalnya.
"Baru kali ini aku mendengar kabar seorang lelaki bisa hamil," katanya heran.

Maka Raja pun akhirnya berkeinginan menengok Abu Nawas.
Ia pergi dengan di iringi sejumlah menteri dan para punggawa ke rumah Abu Nawas.
Begitu melihat Raja datang, Abu Nawas pun berlari-lari menyambut dan menyembah kakinya.

"Ya tuanku, berkenan juga rupanya tuanku datang ke rumah hamba yang hina ini," ucap Abu Nawas.
Raja pun kemudian di persilahkan duduk di tempat yang paling terhormat.
Sementara Abu Nawas duduk bersila di bawahnya.

"Ya Tuanku, apakah yang menyebabkan Tuanku datang ke rumahku ini?" tanya Abu Nawas.
"Aku kemari karena ingin tahu keadaanmu, engkau dikabarkan sakit hendak melahirkan dan sedang menunggu dukun beranak, benarkah demikian?" jawab Raja.

Abu Nawas tidak menjawab, ia hanya tersenyum.
"Coba jelaskan perkataanmu.Siapa lelaki yang hamil dan siapa dukun beranaknya," tanya Raja lagi.
Maka dengan senang hati berceritalah Abu Nawas.

Ibarat Menjilati Ludah Sendiri

"Konon....Baginda mengusirku dari istana, tetapi setelah 6 bulan berlalu tanpa alasan yang jelas, sang Raja memanggil hamba ke istana, ini ibarat hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian hamil tanpa menikah. Tentu sja itu melanggar adat dan agama, menggegerkan seluruh negeri," cerita Abu Nawas.

Abu Nawas menjelaskan bahwa sebagai seorang pemimpin, seharusnya Raja tidak mengeluarkan titah yang plin-plan, tidak boleh mencabut perintahnya lagi.
Jika itu dilakukan, ibarat menjilat air ludah sendiri dan itulah tanda-tanda pengecut.

"Oleh karena itu harus berfikir masak-masak sebelum bertindak, itulah tamsil seorang lelaki yang hendak bersalin," cerita Abu Nawas menyindir Baginda Raja.
"Lalu bagaimana dengan dukun beranak itu?" tanya Baginda.

"Adapun dukun beranak yang ditunggu, adalah Baginda kemari, dengan kedatangan Baginda kemari, berarti hamba sudah melahirkan, artinya hilangnya rasa sakit atau takut hamba kepada Baginda," cetus Abu Nawas.

"Bukan begitu Abu Nawas, aku tidak sungguh-sungguh melarangmu ke istana, melainkan hanya bergurau.
Besok datanglah engkau ke istana, aku ingin bicara denganmu," titah Raja.

"Segala titah Baginda, hamba junjung tinggi tuanku," sembah Abunawas dengan takzim.
Tetapi Raja hanya menggeleng-gelengkan kepala saja.



Sambungan ceritanya ada disini ya


Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.co.id/