MENGENAL ISLAM DI WISATA SAM POO KONG YANG MEMBUAT ANDA TAKJUB



Jejak Cheng Ho di SAM POO KONG

Cheng Ho, laksamana asal Tiongkok. Meski bukan pribumi dan nggak lahir di Indonesia, Cheng Ho cukup berjasa. Nama Cheng Ho udah nggak asing lagi buat kita. Tapi, nggak banyak yang benar-benar tahu siapa dia sebenarnya dan bagaimana namanya sangat dikenal di Indonesia. Lahir dengan nama Ma He, Cheng Ho adalah laksamana asal Provinsi Yunnan, Tiongkok. Dia berasal dari suku Hui yang merupakan salah satu suku terbesar di Tiongkok. FYI, suku Hui dikenal dengan masyarakat pemeluk agama Islam lho.

Saat masih muda, Cheng Ho dikenal sebagai kasim muslim yang dipercaya Kaisar Zhu Di (kaisar ketiga Dinasti Ming). Dia super pemberani dan nggak gentar menunjukkan kehebatan. Di kekaisaran, Cheng Ho biasa disapa Kasim San Bao. Kalau diucapkan dalam dialek Fujian, nama ini terdengar seperti San Po, Sam Poo, atau Sam Po. That’s why, Laksamana Cheng Ho juga dikenal dengan nama Sam Po Kong.

Pada 1368, kekaisaran Tiongkok mengalami kemunduran karena jatuhnya Dinasti Mongol. Dengan keberaniannya, Cheng Ho menawarkan diri buat melakukan perjalanan ke berbagai penjuru dunia buat mengembalikan kejayaan Tiongkok. Niat Cheng Ho ini disambut rasa bangga dan terharu dari sang kaisar.

Ekspedisi itu dimulai sejak 1405 dan membawa Cheng Ho ke negara-negara Asia, Timur Tengah, sampai Afrika. Alhasil, perjalanan ini dilabeli sebagai salah satu ekspedisi dengan armada paling besar dan hebat sepanjang masa. Bayangkan saja, ekspedisi ini melibatkan 300 kapal dengan 30 ribu kru yang terdiri dari tentara, kartografer, ahli astronomi, sampai sarjana alam. Wow!

Nggak cuma itu, kapal kayu yang digunakan pun disebut-sebut sebagai kapal laut terbesar sepanjang masa dengan panjang138 meter dan lebar 56 meter. Kapal milik Vasco da Gama dan Christopher Columbus yang dikenal sebagai penakluk dunia nggak ada apa-apanya lho. Kalau dibandingkan, gabungan kapal keduanya cuma sebesar satu geladak kapal Cheng Ho. Padahal, pelayaran Cheng Ho dilakukan 100 tahun lebih dulu.

Dari total tujuh kali ekspedisi, Indonesia ternyata jadi salah satu tempat spesial. Nggak pernah satu kalipun Indonesia dilewati. Hal ini juga yang bikin Cheng Ho punya banyak banget jejak sejarah di negeri ini. Salah satu yang paling fenomenal adalah jasanya sebagai salah satu tokoh yang ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Yap, Cheng Ho pertama kali datang di Indonesia jauh sebelum wali songo muncul. Waktu itu, penyebaran islam di Indonesia sifatnya masih sangat kecil dan tertutup. Sejak Cheng Ho datang, hal ini berubah 180 derajat.

Cheng Ho memang pantas disebut sebagai simbol akulturasi. Sebagai seorang Tiongkok pemeluk islam, dia sukses ikut menyebarkan agama Islam di Indonesia. Saking berjasanya, jejak-jejak Cheng Ho masih banyak kita temui sampai sekarang.

Namanya diabadikan sebagai nama kelenteng di Semarang (Sam Po Kong) dan nama masjid di Jawa Timur. Oh ya, bedug masjid yang sekarang dikenal sebagai salah satu simbol Islam di Indonesia juga merupakan peninggalan Laksamana Cheng Ho.

Kisah perjalanan Laksamana Cheng Ho emang menarik buat diikuti. Oleh karena itu, pada 10 Juni 2017, Jawa Pos menyelenggarakan sebuah pementasan teater berjudul Sam Po Kong. Pementasan teater karya Remy Sylado ini bakal menyajikan lika-liku perjalanan Laksamana Cheng Ho semasa hidupnya. Dijamin keren dan super edukatif!

Nggak cuma dibalut visualisasi seni memikat, teater ini juga bakal disisipi banyak pesan bermanfaat. Kita bakal diajak menghargai arti keberagaman dan kebinekaan yang diwakili lewat sosok Sam Po Kong.

Pada waktu peresmian Klenteng Agung Sam Poo Kong pada tahun 2005 itu, dihadiri Mari Elka Pangestu, Menteri Perdagangan, dan Mardiyanto, Gubernur Jawa Tengah.



Jejak Islam oleh Laksamana Cheng Ho

Lebih dari 600 tahun yang lalu, tepatnya 11 Juli 1405, 317 kapal yang diawaki oleh lebih dari 28 ribu awak memulai perjalanan mereka yang bernama "Ekspedisi Harta Karun" yang ditujukan untuk menunjukkan kebesaran Kekaisaran Kaisar Zhu sebagai "The Son of Heaven" (anak surga) kepada dunia.

Nama Laksamana Cheng Ho, penjelajah dunia yang beragama Muslim asal Tiongkok, ini cukup melegenda. Tokoh yang memiliki nama Islam Mahmud Shams ini menjelajah samudra luas selama 30 tahun lebih, dari 1405 hingga 1433 M.

Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara meliputi Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Vietnam, Srilangka. Untuk wilayah Jawa, Cheng pernah singgah di Pantai Maron atau Pantai Marina Semarang Jawa Tengah.

Kuil Sam Poo Kong terletak di Simongan, Semarang, Jawa Tengah, ini dipercaya sebagai markas armada Cheng Ho saat sedang berlayar melewati Laut Jawa dan terpaksa berhenti karena salah satu orang kepercayaannya jatuh sakit. Semula bangunan kuil yang berfungsi sebagai masjid ini modelnya sederhana, berupa gua batu.

Cheng Ho pun menggunakan gua batu itu untuk shalat, lalu sebelum meninggalkan Jawa, ia membangun masjid di gua itu. Seiring perjalanan, masjid ini beralih fungsi menjadi Kuil Sam Poo Kong. Selama berada di kuil ini, Cheng Ho mendakwahkan Islam dan mengajarkan cara bercocok tanam.



Bukti Sejarah di Klenteng Sam Poo Kong

Gua Gedung Batu masih berdiri hingga saat ini. Lokasinya berada di ruang bawah klenteng. Walau ada tangga dan lampu temaram, namun gua itu tidak bisa diakses banyak orang. Ada pembatas berupa jeruji besi. Yang terlihat dari luar hanya patung Cheng Ho di tengah ruangannya.

Kawasan ini mengalami pengendapan tanah sehingga posisi gua semakin rendah. Kemudian pada tahun 1990-an, gua ini sempat banjir. Tahun 2000-an kami melakukan renovasi dan memutuskan untuk memindahkan pusat ibadah ke atas.

Mengutip buku 'Kota Semarang dalam Kenangan' karya Jongkie Tio, gua yang berada dalam Klenteng Sam Po Kong bukan gua asli. Pada tahun 1704, gua asli sebenarnya sudah runtuh lantaran kawasan Bukit Simongan dilanda angin puyuh.

Gua asli juga sempat dimonopoli oleh seorang warga, yang kerap meminta bayaran bagi warga lain yang ingin ziarah. Lalu, seorang pedagang keturunan Tionghoa pemeluk Tridharma bernama Oei Tjie Sien berusaha menyelamatkan situasi dengan membeli lahan tersebut pada tahun 1930-an.

Walau membangun klenteng, namun dia tidak menghapus sejarah Cheng Hoo dan awaknya sebagai penjelajah Muslim yang pernah datang ke sana. Sejak pertama dibeli dan dilakukan renovasi, saat ini luas klenteng sudah sekitar 3,5 hektare. Terakhir renovasi pada tahun 2005. Kami menambahkan relief perjalanan Cheng Ho di dunia pada dinding klenteng. Kisah Cheng Ho pada relief tersebut menjadi 10 bagian cerita. Pada setiap cerita, terdapat penjelasan yang terletak di bawah relief dengan tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Inggris dan China.



Makam Kjai Djoeroemoedi dan Kjai Jangkar

ak hanya Cheng Ho, Ong Keng Hong juga dihormati dan diberi bangunan khusus di Klenteng Sam Poo Kong. Berbeda dengan ruangan Cheng Ho yang ada di dalam gua, bangunan Ong Keng Hong dibangun di samping kiri bangunan utama klenteng. Warga Jawa dan warga keturunan Tionghoa sangat menghormati Ong Keng Hong yang memang dekat dengan masyarakat. Beliau meninggal di usia 87 tahun. Warga menghormati Ong Keng Hong dengan memakamkannya di sebelah gua

Di belakang meja altar, nisan makam Ong Keng Hong terukir tulisan Makam Kjai Djoeroemoedi dan dikelilingi kelambu. Di depan makam setinggi 1,5 meter itu terdapat karpet berukuran 2x3 meter, lengkap dengan tempat untuk meletakkan sesaji yang dibawa peziarah. Yang datang kesini bukan orang keturunan Tionghoa yang menganut kepercayaan Tridharma saja, tetapi juga orang Jawa asli yang beragama Islam Kejawen. Bisanya ramai kalau malam Jumat Kliwon, mungkin mereka mengikuti tradisi leluhur. Di sebelah kiri bangunan Ong Keng Hong terdapat ruangan Kyai Jangkar. Di belakang altar persegi panjang, terdapat jangkar kapal yang memiliki tinggi sekitar empat meter.

Mengutip kembali buku 'Kota Semarang dalam Kenangan' karya Jongkie Tio, Cheng Ho membawa 300 kapal berukuran besar saat keliling dunia. Kurang lebih, setiap kapal memiliki panjang 130 meter, lebar 55 meter dan sembilan tiang layar. Warga menganggap jangkar yang dikeramatkan itu berasal dari salah satu kapal Cheng Ho. Di dekat tempat pemujaan jangkar terdapat pemujaan khusus arwah hoo ping yang berarti arwah yang tak memiliki keluarga, termasuk awak kapal Cheng Ho.

Kyai Jangkar ini digunakan sebagai alat konsentrasi saat sembahyang atau semedi. Uniknya, didekat tempat pemujaan Kyai Jangkar terdapat pohon dengan batang yang menyerupai rantai kapal. Orang dulu percaya batang itu terbentuk dari rantai kapal Cheng Ho yang dilempar ke tanah. Kini, Klenteng Sam Poo Kong menjadi salah objek wisata religi yang populer di Semarang

Mengenal Ciam Si atau meramal nasib

Nggak cuma berwisata dan berziarah, di sini kamu bisa melakukan ritual untuk melihat keberuntungan di masa depan. Katanya, hasilnya sangat akurat dan membantu orang tersebut menjadi lebih baik, lho. Ada beberapa cara untuk melakukan ritual Ciam Si ini, yang dilakukan oleh si Juru Kunci (Bio Kong). Namun Juru Kunci mengingatkan bahwa melakukan Ciam Si nggak boleh sembarangan, kamu harus punya niat sejak berangkat dari rumah. Karena Juru Kunci sebagai perantara manusia dan dewa, harus bertanya pada dewa. Kalau kamu nggak serius, kamu dan Juru Kunci malah bisa mendapat sial

Klenteng Sam Poo Kong
Lokasi: Jl. Simongan No. 129, Bongsari, Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah 50148
Telepon: (024) 7605277
Jam operasional: 08.00 - 20.00

Tiket Masuk:
Masuk Area Wisata
(Weekdays) Dewasa: Rp.5.000,-; Anak-anak: Rp.3.000,-
(Weekend) Dewasa: Rp.8.000,-; Anak-anak: Rp.5.000,-
*Jika datang untuk berdoa (sembahyang), uang tiket masuk akan dikembalikan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku


Masuk Area Sembahyang
(Weekdays dan weekend) Dewasa: Rp.20.000,-, Anak-anak: Rp.10.000,-
*Termasuk semua klenteng, relief, akar rantai dan film Cheng Ho
Sumber: dari berbagai sumber

Comments