Permainan Marjalengkat Tradisional Sumatera Utara



Marjalengkat merupakan salah satu bentuk kegiatan olah raga tradisional yang dapat dijumpai diberbagai daerah Indonesia dengan nama berbeda. Seperti di Bengkulu disebut ingkau yang berarti sepatu bambu. Sumatera Barat dinamakan tengkak- tengkak. Lampung disebut egrang yang berarti terompah pancung terbuat dari pohon bambu bulat panjang dan di Jawa Tengah dikatakan jangkungan/egrang yang diambil dari nama burung berkaki panjang.

Olah raga marjalengkat ini sering dilakukan pada waktu tempo dulu sebagai ajang adu ketangkasan yang berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan berlari dengan memakai alat bantu dua tongkat. Biasanya tongkat tersebut terbuat dari batang pohon bambu. Dan jenis olah raga ini dilakukan pada siang hari. Keseimbangan tubuh sangat diperlukan. Sebab pada marjalengkat ini kedua kaki tidak boleh menginjak tanah. Bagian tubuh hanya dipikul alat bantu dua buah tongkat dan harus bisa berlari melintasi badan jalan dan bahkan sering dilakukan melintasi sungai.

Pada akhir- akhir ini marjalengkat sudah mulai diperlombakan pada even - even budaya yang diperankan kaula remaja pria maupun wanita. Dilaksanakan di lapangan terbuka. Tempatnya diupayakan pada tanah datar dan luas. Ukuran lapangan minimum sepanjang 50 meter dan lebar 10 meter yang dibagi 5 garis lintasan, masing-masing 2 meter. Sedang pesertanya dibagi perkelompok, masing- masing 5 orang yang disesuaikan dengan jumlah lintasan. Sedang alat marjalengkat dipakai dari bambo sepanjang 2,5 meter. Pada ukuran sekitar 50 centimeter dari bawah dibuat tempat berpijak kaki. Setiap pemain marjalengkat yang memakai kedua bambu sebagai penyanggah badan harus sengaja membuat ukuran sepanjang 2, 5 meter supaya tongkat yang dipakai lebih panjang atau melebihi tinggi kepala. Sebab jika bambu sebagai alat marjalengkat lebih pendek dari ukuran tinggi dari bagian kepala, dikhawatirkan dapat mencederai pemain bila terjatuh.

Bisa menusuk dan melukai bagian tubuh yang lemah. Sedangkan dalam pelaksanaan perlombaan para pemain lomba harus siap mendengarkan aba- aba dari wasit lomba ketika akan dimulai dengan posisi kedua tangan memegang alat pijakan dan satu kaki (kiri atau kanan) berada di atas tempat berpijak. Aba- aba “ya” sudah siap untuk lari. Karena penilaian berdasarkan kecepatan waktu sampai menyentuh garis finis.

Sewaktu pertandingan berlangsung wasit lomba akan dibantu 2 orang hakim garis yang aktif mengawasi dan mengikuti setiap peserta lomba dari samping kanan dan kiri di luar zona lintasan marjalengkat. Para pemain marjalengkat dinyatakan gugur apabila menginjak garis lintasan atau kaki terjatuh menyentuh lantai lintasan dan jika mengganggu pemain lainnya sewaktu perlombaan dilakukan serta melawan hakim pengawas lintasan.

Sumber:https://budaya-indonesia.org/Marjalengkat


Comments