Wisata Lembah Harau Limapuluh Kota Di Padang Sumatera Utara



Asal Mula Lembah Harau Limapuluh Kota

Legenda ini menceritakan, dahulunya Lembah Harau adalah lautan. Apalagi berdasarkan hasil survey team geologi dari Jerman (Barat) pada tahun 1980, dikatakan bahwa batuan perbukitan yang terdapat di Lembah Harau adalah batuan Breksi dan Konglomerat. Batuan jenis ini umumnya terdapat di dasar laut.

Salah satu air terjun di Lembah Harau Menurut legenda, Raja Hindustan berlayar bersama istri dan anaknya, Putri Sari Banilai. Perjalanan ini dalam rangka selamatan atas pertunangan putrinya dengan seorang pemuda Hindustan bernama Bujang Juaro. Sebelum berangkat, Sari Banilai bersumpah dengan tunangannya, apabila ia ingkar janji maka ia akan berubah menjadi batu dan apabila Bujang Juaro yang ingkar janji, maka ia akan berubah menjadi Ular.

Namun sayangnya, dalam perjalanan kapal tersebut terbawa oleh gelombang dan terdampar pada sebuah selat (tempat tersebut sekarang dinamakan Lembah Harau). Kapal tersebut tersekat oleh akar yang membelintang pada dua buah bukit hingga akhirnya rusak.

Agar tidak karam, kapal itu ditambatkan pada sebuah batu besar yang terdapat di pinggiran bukit (bukit tersebut sekarang dinamakan Bukit Jambu). Batu tempat tambatan kapal itu sekarang dinamakan Batu Tambatan Perahu.

Setelah terdampar, Raja Hindustan bersama dengan keluarganya disambut oleh Raja yang memerintah Harau pada waktu itu. Lama kelamaan, karena hubungan baik yang terjalin, Raja Hindustan ingin menikahkan putrinya dengan pemuda setempat bernama Rambun Paneh. Satu hal lagi, untuk kembali ke negeri Hindustan juga tidak memungkinkan. Ia tidak tahu sumpah yang telah diucapkan Sari Banilai dengan tunangannya, Bujang Juaro. Tidak berapa lama kemudian, Rambun Paneh menikah dengan Sari Banilai.

Waktu terus berjalan, dan dari perkawinan itu lahirlah seorang putra. Suatu hari, sang kakek, si Raja Hindustan, membuatkan mainan untuk cucunya. Sewaktu asyik bermain, mainan tersebut jatuh ke dalam laut. Anak tersebut menangis sejadi-jadinya. Ibunya, Putri Sari Banilai tanpa pikir panjang langsung terjun ke laut untuk mengambilkan mainan tersebut. Sungguh malang, ombak datang menghempaskan dan menjempit tubuhnya pada dua batu besar. Sari Banilai sadar, bahwa ia telah ingkar janji pada tunangannya dahulu, Bujang Juaro. Dalam keadaan pasrah, ia berdoa pada Yang Maha Kuasa, supaya air laut jadi surut. Doanya dikabulkan, tidak berapa lama kemudian air laut menjadi surut. Ia juga berdoa agar peralatan rumah tangganya didekatkan padanya. Dan ia berdoa, seandainya ia membuat kesalahan ia rela dimakan sumpah menjadi batu. Tidak lama berselang, perlahan-lahan tubuh Putri Sari Banilai berubah menjadi batu.

Keindahan Lembah Harau Limapuluh Kota

Kecantikan lain yang bisa disaksikan di Lembah Harau Payakumbuh adalah keberadaan air terjun. Di sini tidak hanya ada satu air terjun yang disebut sarasah oleh orang Minang. Air-air terjun yang ada di ini antara lain adalah Air Terjun Sarasa Murai, Air Terjun Akar Berayun, Air Terjun Sarasa Bunta dan Air Terjun Sarasa Luluih. Dan masing-masing air terjun pun mempunyai ciri khas serta keunikan tersendiri.

Melatih kekuatan fisik dengan memanjat tebing di Lembah Harau dengan Kondisi geologi Lembah Harau sangat cocok untuk dijadikan arena untuk memanjat tebing, pasalnya banyak yang bilang bahwa Lembah Harau sangat cocok digunakan oleh profesional bahkan para pemula.

Selain menjadi tempat yang pas dijadikan panjat tebing, disekitar Lembah Harau, terdapat Hamaparan sawah yang luas serta hijau, sangat cocok bila dijadikan tempat refreshing atau menyegarkan mata. Menikmati Pemandangan Hamaparan Hijau persawahan

Memang tiada duanya bila kita bicara tentang pemandangan serta keindahan sunset, selain sedap dipandang, Sunset juga sering di buru sebagai objek para fotografer handal. Bagi kamu yang masih pemula, kamu juga dapat menjadikan Sunset tersebut menjadi latar belakang foto kamu saat berada serta wisata di Lembah Harau untuk Berburu Sunset di kalangan Sore hari Bermain Perahu seperti di Eropa Di sekitaran lokasi wisata Lembah Harau, terdapat sebuah sungai buatan kecil, dan ditambahkan sebuah jembatan, dimana jembatan di sungai kecil Lembah Harau menjadi tempat yang paling bagus dijadikan sebagai latar belakang selfie kamu.

Lokasi Lembah Harau Payakumbuh

Lembah Harau yang kini menjadi alah satu destinasi wisata populer di Sumbar merupakan bagian dari wilayah administratif Kecamatan Harau di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kota Payakumbuh merupakan kota yang terdekat dari tempat ini, berjarak kurang lebih 18 kilometer.

Kota lain yang jaraknya cukup dekat dari Lembah Harau Payakumbuh adalah kota Bukittinggi dan Padang. Jarak antara Bukittinggi menuju ke Lembah Harau kurang lebih 48 kilometer. Sementara kalau berangkat dari kota Padang menuju ke sini, jarak yang harus dilalui mencapai 138 kilometer.

Lembah Harau memiliki iklim tropis dan tanah yang subur, juga keindahan pemandangan alam yang menawan. Lembah Harau dijuluki Lembah Yosemite di Indonesia karena memiliki keindahan seperti Taman Nasional Yosemite yang terletak di Sierra Nevada California dan telah terkenal ke seluruh dunia.

Cerita Lain

Riwayat Hidupnya Sarat Cerita Keramat

Syekh Ibrahim Mufti, Ulama Tertua dalam Sejarah Syiar Islam di Luak Limopuluah Luak Limopuluah yang merupakan sebutan lain dari Kabupaten Limapuluh Kota dan Kota Payakumbuh, memang terkenal sebagai gudangnya ulama-ulama masa lalu. Dari banyak ulama itu, Syekh Ibrahim Mufti yang bersurau di Nagari Taram, Kecamatan Harau, diyakini paling awal menyiarkan Islam di daerah yang terkenal dengan adegium ”aienyo janiah, ikannyo jinak, sayaknyo landai, dan buayo putiah daguak panjagonyo” ini. Seperti apa sosok Syekh Ibrahim Mufti yang disebut-sebut berasal dari Timur Tengah?

Waktu Shalat Ashar berjamaah baru saja berakhir, saat Padang Ekspres tiba di di Surau Tuo Taram, Selasa lalu (4/6). Meski sudah berkali-kali mendatangi dan mengabarkan sejarah surau ini buat sidang pembaca, tapi tetap saja ada nuansa-nuansa baru dalam bingkai religi yang dirasakan saat memasuki kompleks Surau Tuo Taram.

Saat ini, Surau Tuo Taram yang berada di Jorong Balaicubadak, Nagari Taram, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota itu, tampak makin mengkilap. Di samping bangunan surau yang sudah berkali-kali dipugar itu, terdapat makam Syekh Ibrahim Mufti. Masyarakat Nagari Taram dan warga nagari lainnya di Luak Limopuluah bahkan di Sumbar, lebih mengenal Syekh Ibrahim Mufti sebagai Beliau Keramat Taram.

Sampai kini, belum ada yang tahu kapan Beliau Keramat Taram lahir dan tahun berapa wafatnya. ”Sampai kini, memang tanggal dan tahun lahir Beliau Keramat Taram masih nisbih. Karena tidak ada dokumen khusus yang mencatat tentang itu,” kata Dr Wannofri Samri, sejarawan dari Universitas Andalas Padang saat dihubungi Padang Ekspres, Minggu (10/6). Meski begitu, Wannofri memperkirakan, Syekh Ibrahim Mufti atau Beliau Keramat Taram hidup di atas abad ke-16. ”Walau saya belum meneliti secara khusus sejarah perkembangan Islam di Luak Limopuluah, tapi saya perkirakan Beliau Keramat Taram itu hidup di atas abad 16. Sebab, Islam masuk ke Sumbar baru pada abad 16,” ujar Wannofri Samri.

Perkiraan ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Barat ini, nyaris cocok dengan keterangan Ramli Datuak Marajo Basa, 79, keturunan Syekh Ibrahim Mufti yang ditemui Padang Ekspres di Nagari Taram. ”Menurut cerita yang kami warisi turun-temurun, Syekh Ibrahim Mufti ini kan bukan orang asli Taram, tapi orang dari Palestina (Timor Tengah). Beliau datang berdakwah ke Taram, bersamaan dengan kedatangan Syekh Abdurrauf Singkil ke Aceh,” kata Ramli. Jika keterangan yang diperoleh Ramli Datuak Marajo secara turun-temurun ini tidak meleset, maka dapat diperkirakan Syekh Ibrahim Mufti datang ke Nagari Taram pada tahun 1600-an atau abad 17. Sebab, Syekh Abdurrauf Singkil yang berasal dari Persia atau Arabia datang ke Aceh pada tahun 1663 Masehi atau 1024 Hijriah. Dengan demikian, dapat diperkirakan Syekh Ibrahim Mufti adalah ulama yang paling tua menyiarkan Islam di Luak Limopuluah.

Menurut Ramli Datuak Marajo Basa yang mewarisi sejarah Syekh Ibrahim Mufti dari ayahnya Ramsyah Datuak Bagindo Simarajo Nan Panjang (kini kaum Datuak Bagindo Simarajo Nan Panjang yang merupakan kaum dari salah seorang istri Syekh Ibrahim Mufti di Taram sudah punah, red), Syekh Ibrahim Mufti begitu datang dari Arab tidak langsung menuju Nagari Taram. Namun, sempat singgah dulu di wilayah Siak, Provinsi Riau.

”Sejarah yang saya terima dari orangtua, Syekh Ibrahim Mufti begitu datang dari Arab bersama Syekh Abdurrauf Singkil tidak langsung ke Taram. Tapi, beliau pergi dulu ke Siak, Provinsi Riau. Setelah itu, baru datang ke Taram. Awalnya, beliau berdagang. Kemudian, menyiarkan agama Islam,” kata Ramli Datuak Marajo Bosa.

Ramli menyebutkan, selama tinggal di Taram, Syekh Ibrahim Mufti memiliki dua istri. Dengan istri pertamanya dari Suku Piliang Loweh, ia memiliki satu keturunan, yakni Syekh Muhammad Nurdin yang makamnya juga berada di samping Surau Tuo Taram. Sedangkan dengan istri keduanya dari Suku Bodi, Syekh Ibrahim Mufti juga memiliki satu keturunan, yakni Syekh Muhammad Jamil yang meninggal dunia di wilayah Bengkalis, Riau, saat mencari ayahnya.

Konon, menurut cerita yang diyakini warga Nagari Taram, Syekh Ibrahim Mufti memang pernah menghilang tak tentu rimbanya. Sehingga, membuat anak dan murid-muridnya menjadi cemas. Saat itulah, salah seorang anaknya, yakni Syekh Muhammad Jamil, mencari Syekh Ibrahim Mufti ke wilayah Bengkalis, Provinsi Riau. Sang anak, meninggal dalam pencarian tersebut. ”Adapun Syekh Ibrahim Mufti setelah dicari-cari, tidak ketemu juga. Sampai akhirnya, salah sseorang muridnya bermimpi bertemu Syekh Ibrahim Mufti. Dalam mimpi itu, Syekh Ibrahim Mufti berpesan kepada muridnya, jika ingin mencari saya, maka lihatlah cahaya pada malam 27 Rajab. Di mana ada cahaya itu, di situlah kubur saya,” kata Ramli.

Singkat cerita, pada malam 27 Rajab yang ditunggu-tunggu itu, salah seorang murid Syekh Ibrahim Mufti melihat ada cahaya dari bumi yang tembus ke atas langit. Begitu dilihat, ternyata cahaya itu bersumber dari sebuah tanah yang berada tidak jauh dari kaki Bukik Bulek (Bukit Bulat) Nagari Taram.

”Paginya, di dekat lokasi cahaya itu terlihat sudah ditemukan saja ada kuburan baru. Sejak itu, murid-murid Syekh Ibrahim Mufti dan masyarakat yakin, kuburan tersebut adalah makam Syekh Ibrahim Mufti yang sebelumnya menghilang. Maka di samping kuburan itu, akhirnya dibuatlah Surau Tuo Taram,” ujar Ramli.

Sarat Cerita Keramat

Cerita tentang Syekh Ibrahim Mufti yang makamnya hanya diketahui lewat cahaya ini, tidak terlalu mengherankan bagi ulama-ulama tareqat di Minangkabau, apalagi bagi masyarakat Nagari Taram. Sebab, riwayat hidup Syekh Ibrahim Mufti memang sarat dengan cerita keramat. Sudah tidak terhitung penulis dan peneliti yang mengabarkan soal keramatnya Syekh Ibrahim Mufti ini. Bahkan, sastrawan nasional asal Nagari Taram, Damhuri Muhammad yang belakangan menjadi tenaga ahli Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Istana Negara, sempat menulis cerita pendek (cerpen) tentang Syekh Ibrahim Mufti yang keramat.

Meski cerpen yang dimuat Jawa Pos (grup Padang Ekspres) edisi Oktober 2005 itu karya ksi, tapi kisah yang ada di dalamnya mirip sekali dengan kisah yang didengar banyak orang ketika berkunjung ke Makam Syeikh Ibrahim Mufti. Bahkan, kalau cerita karangan Damhuri dinikmati sampai akhir, pikiran pembaca pasti akan membayangkan, bagaimana rentetan kisah yang terjadi di Surau Tuo Taram, ratusan tahun nan lampau. Dalam peristiwa yang terjadi pada suatu malam, di mana sebuah cahaya tiba-tiba turun dan seperti menyambar bagian kanan Mihrab Surau Tuo Taram. Tak lama kemudian, warga dari enam jorong yakni Tanjungateh, Tanjungkubang, Tanjung Balai Cubadak, Parakbaru, Sipatai dan Subarang, menganggap cahaya tadi sebagai pertanda letak makam Syekh Ibrahim Mufti yang hilang beberapa tahun.

Dahmuri juga menjelaskan dengan gamblang, bagaimana Syekh Ibrahim yang sedang mencukur rambut, tiba-tiba hilang dan pergi memadamkan api yang membakar Mekkah. Padahal, ketika itu rambutnya baru separuh yang dicukur. Bukan hanya itu, Damhuri menceritakan pula soal negeri Taram yang dulu bertanah gersang. Tak ada sumber air untuk mengairi sawah. Kalaupun ada sawah yang ditanami, itu hanya mengharapkan curah hujan. Tapi, sejak kedatangan Syekh Ibrahim Mufti perlahan-lahan alam mulai bersahabat. Keadaan berubah menjadi lebih baik.

Waktu itu, Syekh Ibrahim menancapkan ujung tongkatnya ke dalam tanah, lalu dihelanya tongkat itu sambil berjalan ke arah timur. Tanah kering yang tergerus tongkat Syekh Ibrahim seketika lembab, basah dan dialiri air yang datang entah dari mana. Sesampai di ujung paling Timur, Syekh berhenti. Dibiarkannya tongkat itu tertancap. Lebih dalam dari tancapan yang pertama. Kelak, titik tempat beliau berhenti ini dinamai, Kapalo Banda. Itulah mata air pertama di Taram yang kini menjadi objek wisata.

Apa yang diceritakan Damhuri tersebut, sesuai betul dengan cerita dari mulut ke mulut yang diperoleh Padang Ekspres ketika berkali-kali mengunjungi Surau Tuo Taram dan makam Syekh Ibrahim Mufti. Terkait, cerita-cerita keramat ini sejarawan Wannofri Samri punya pendapat menarik.

”Memang, Syekh Ibrahim Mufti itu punya banyak cerita keramat. Termasuk, cerita beliau pergi memadamkan api di Mekkah saat sedang mencukur rambut. Walau sampai sekarang belum diketahui kapan tanggal dan tahun terjadinya kebakaran di Mekkah itu, tapi saya yakin cerita serupa yang juga terdengar di sejumlah nagari di Sumbar ini, pasti ada maksud dan tujuannya. Salah satunya, bisa jadi perwujudan dan bertujudan, agar umat dekat dan patuh kepada ulama sebagai pewaris nabi,” komentar Wannofri Samri.

Sumber Berita : Fajarillah Vesky - Padang Ekspres






    Baca Juga wisata Sumatera Barat Lainnya
  • Wisata Kapalo Banda Taram Di Sumatera Utara
  • Bukik Bulek Taram Wisata Padang Sumatera Utara
  • Rumah Gadang / Rumah Gadang di Sungai Beringin
  • Wisata Lembah Harau Limapuluh Kota Di Padang Sumatera Utara
  • Jembatan Kelok Sembilan di Sumatera Barat
  • Taman Margasatwa dan Budaya Kinanta Wisata di Sumatera Barat
  • Wisata Museum Bung Hatta Di Sumatera Utara
  • Wisata Janjang Saribu Di Sumatera Utara
  • Wisata Janjang Ampek Puluah Di Sumatera Utara
  • Wisata Lobang Jepang Bukittinggi Di Sumatera Utara
  • Wisata Ngarai Sianok Di Sumatera Utara
  • Wisata Jembatan Limpapeh Di Sumatera Utara
  • Wisata Benteng Fort de Kock Di Sumatera Utara
  • Wisata Jam Gadang Di Sumatera Utara
  • Wisata Masjid Agung Al-Muhsinin Di Sumatera Barat
  • Wisata Kebun Teh Alahan Panjang, Solok Di Sumatera Barat
  • Wisata Danau Dieteh dan Danau Dibawah Di Sumatera Barat
  • Wisata Danau Talang – Solok Di Sumatera Barat
  • Wisata Air Terjun Sarasah Batimpo Di Sumatera Barat
  • Wisata Air Terjun Kapalo Banda Koto Hilalang Di Sumatera Barat
  • Wisata Danau Singkarak Di Sumatera Barat
  • Wisata Rumah Pohon, Laing Park, Solok Di Sumatera Barat
  • Wisata Puncak Gagoan Di Sumatera Barat
  • Wisata Miniatur Makkah Di Sumatera Barat
  • Wisata Sitinjau Lauik Di Sumatera Barat
  • Wisata museum Adityawarman Sumatera Barat
  • Wisata Pantai Air Manis Sumatera Barat
  • Wisata Pantai Nirwana Sumatera Barat
  • Wisata Pantai Pasir Jambak Sumatera Barat
  • Wisata Pantai Padang Sumatera Barat
  • Wisata Jembatan siti nurbaya Sumatera Barat
  • Wisata Lubuak Rantiang Sumatera Barat
  • Wisata Pantai Carolina Sumatera Barat
  • Comments